Aksi seorang pemuda asal Pekalongan yang berjalan kaki ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji membuat heboh media sosial. Kisahnya diceritakan dari satu akun ke akun lainnya. Kenalkan, dia adalah Mochammad Khamim Setiawan (29) atau akrab dipanggil Aim.
Perjalanan kaki Khamim ditempuh sejak 28 Agustus 2016 tahun lalu. Saat ini dikabarkan Mochamad Khamim telah berada di Timur Tengah.
Ayah Khamim, yakni Syaufani Solichin (74) menuturkan kenekatan Aim untuk sampai ke Makkah hanya dengan berjalan kaki tanpa minta uang saku kepada siapapun.
"Orangnya keras kepala dan suka nekat. Kalau sudah punya keinginan, pasti dilakukan dengan usahanya sendiri," jelas Solichin.
Solichin menjelaskan keinginan anaknya untuk menunaikan haji ke Makkah dengan berjalan kaki sudah dilontarkan sejak dia masih kuliah di Universitas Negeri Semarang (Unes). Anak keempat dari empat bersaudara ini selepas kuliah membulatkan tekadnya untuk pergi menunaikan haji dengan jalan kaki.
"Ketiga kakaknya (yang di Jakarta) sebelumnya meminta dia untuk kerja dulu. Tapi anaknya tidak mau. Dia justru mempersiapkan fisik maupun mentalnya selama tiga tahun," jelasnya.
Persiapan Sarjana Ekonomi Pembangunan tersebut dilakukan selama tiga tahun. Setelah melakukan persiapan-persiapan khusus tersebut, Aim mulai mengurus surat-surat.
"Di Kemenag, saya dipanggil. Disuruh tanda tangan atas perjalanan anak saya itu, baru setelah saya tanda tangan, surat dari mereka bisa keluar," jelasnya.
Sedianya Aim didampingi dua rekannya. Namun, sampai di Tegal kedua temannya menyerah tidak melanjutkan.
Ayah Aim: Saya Pasrahkan ke Gusti Allah
Melepas seorang putra pergi berjalan kaki ke Makkah bukan perkara mudah bagi Syaufani Solichin (74). Namun, karena tekad sang putra sekuat baja, Solichin melepas kepergian putranya itu dengan ridho.
"Saya pasrahkan semuanya pada Gusti Allah, semoga sehat-sehat saja," kata Solichin saat berbincang di rumahnya di Wonopringgo, Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (24/5/2017).
Mochamad Khamim Setiawan (29) mulai berjalan kaki menuju Makkah pada 28 Agustus 2016 sekitar pukul 22.00 WIB. Kini, dari kabar teman-teman putranya, Solichin menyebutkan anaknya itu sudah tiba di Timur Tengah.
Awalnya, rencana Aim, sapaan akrab Khamim, tak langsung direstui pihak keluarga. Kakak-kakak Aim sempat menghalangi, tapi ya itu tadi, tekadnya sudah bulat.
"Ketiga kakaknya (yang di Jakarta) sebelumnya meminta dia bekerja dulu. Tapi anaknya tidak mau. Dia justru mempersiapkan fisik maupun mentalnya selama tiga tahun," tutur Solichin.
Putranya itu menyiapkan fisik dan mentalnya untuk berjalan kaki menuju Makkah. Salah satunya dengan puasa Daud selama tiga tahun.
Bekal yang dibawa Aim seadanya hanya beberapa lembar baju dan sedikit uang. Kepada Solichin, Aim menegaskan yakin bekalnya itu cukup membawanya ke Tanah Suci.
"Ya, saya hanya bisa berdoa, la wong dia hanya berbekal baju dan beberapa lembar uang. Saya tanya, apakah cukup uangnya sebagai bekal, dijawabnya, 'Pasti ada yang ngasih di jalan, Bapak tidak usah khawatir,'" katanya.
Kisah Aim viral di media sosial. Kisahnya diceritakan dari satu akun ke akun lain. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, seperti bagaimana Aim mengurus visa setiap melintasi satu negara. Solichin belum bisa menjelaskan detail karena dia juga hanya menerima update kabar perjalanan Aim dari teman-teman putranya itu.
Berjalan Kaki Satu Tahun Demi Naik Haji
Dia berjalan kaki sekitar setahun menuju Kota Suci Makkah, Arab Saudi.
Dengan bekal satu ransel dan bendera mini Indonesia, Mochammad di sepanjang perjalanan menganakan baju bertuliskan "Saya dalam perjalanan ke Mekah dengan berjalan kaki".
Alasannya melakukan perjalanan ke Tanah Suci umat Islam itu untuk menguji kekuatan fisik dan spiritualnya. Selain itu, alasan yang lebih penting lagi adalah untuk membagikan pesan harapan, toleransi dan harmoni ke setiap manusia.
Mochammad mulai melakukan perjalanan dari Kota Pekalongan sejak 28 Agustus 2016. Perjalanan nekat itu dia jalani dengan kepercayaan bahwa semua orang hanya tamu Allah di bumi. Dia mempercayai dalil kita suci bahwa berjalan adalah bentuk murni dari melakukan ibadah haji.
Isi bekal Mochammad menuju Makkah antara lain, berapa kemeja, dua pasang celana dan sepatu, selusin pasang kaus kaki, beberapa pakaian dalam, kantong tidur dan tenda, obor portabel, ponsel cerdas dan GPS.
Dia bepergian dengan cahaya lampu. Berjalan kaki ke Makkah, bukan berarti pemuda Pekalongan ini orang tak punya. Dia memiliki bisnis dan perusahaan kontraktor yang berkembang.
Dia memilih enghindari semua urusan duniawi, meninggalkan bisnisnya di Indonesia. Pemuda ini merupakan lulusan ekonomi dari Universitas Negeri Semarang. Perjalanan hebat yang dia jalani hanya dengan bekal beberapa uang rupiah di sakunya.
"Saya percaya bahwa melakukan haji bukan hanya demonstrasi solidaritas dengan orang-orang Muslim," kata Mochammad kepada Khaleej Times saat berbincang di Konsulat Indonesia di Dubai, hari Rabu.
"Cara saya menunjukkan kepatuhan penuh saya kepada Allah (SWT) adalah untuk belajar Islam dari berbagai cendekiawan Muslim dan bertemu orang-orang dengan berbagai macam keyakinan untuk mempelajari budaya mereka dan mematuhi toleransi," ujarnya.
"Saya juga melakukan jihad yang lebih besar, yang mendisiplinkan diri saya dan mengatasi perjuangan spiritual melawan dosa," kata Mochammad, yang sebenarnya telah berpuasa Nabi Daud dalam lima tahun terakhir, kecuali selama hari raya agama.
Sebelum perjalanannya, Mochammad mengaku bahwa dia menghabiskan dua minggu di sebuah hutan Provinsi Banten untuk pengkondisian fisik. Dia juga menghabiskan beberapa minggu di masjid untuk penguatan spiritual.
Karena berpuasa, dia hanya melakukan perjalanan di malam hari. Saban harinya, dia mampu menempuh perjalanan setidaknya 50km saat kondisi fisiknya baik. Jika dia merasa lututnya lemah, dia hanya bisa menempuh perjalanan 10-15km.
Terlepas dari kerasnya perjalanannya, Mochammad hanya jatuh sakit dua kali, yakni di India dan Malaysia. Dia hanya makan makanan halal dan tidak memiliki suplemen makanan khusus. Dia hanya mengandalkan madu yang dicampur dengan air untuk membangun kekebalannya terhadap kondisi cuaca buruk.
Menurutnya, sepanjang perjalanan dia tidak pernah bertemu dengan perampok. Tapi, dia tiga kali bertemu dengan ular berbisa di sebuah hutan di Malaysia.
"Tapi secara ajaib, sebelum mereka bisa menggigit saya, mereka tiba-tiba terjatuh dan mati," ucap Mochammad.
"Saya tidak pernah meminta, tapi saya selalu bertemu orang yang memberi saya makanan dan bekal lainnya,” lanjut pemuda Pekalongan ini. ”Saya disambut di sebuah kuil Buddha di Thailand, orang-orang desa di Myanmar memberi saya makan, saya belajar dan bertemu dengan ilmuwan Muslim dari berbagai negara di masjid Jamaah Tabligh di India; dan saya berteman dengan pasangan Kristen Irlandia yang mengendarai sepeda di Yangon."
"Itu melalui anugerah Allah dan juga melalui getaran positif, tidak memiliki niat buruk terhadap orang-orang yang saya temui. Saya masih dapat melanjutkan perjalanan ini, walaupun tidak memiliki sumber keuangan," papar Mochammad.
Pada 19 Mei 2017 kemarin, Mochammad Khamim Setiawan telah tiba di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Dengan niat Bismillah ia memulai perjalanan itu untuk menempuh jarak kira-kira 9.000 kilometer.
Sesuai dalam kalender Indonesia, Hari Raya Idul Adha bertepatan tanggal 1 September 2017.
Khamim menargetkan akan tiba di Kota Makkah tanggal 30 Agustus 2017 atau sebelum Wukuf di Arafah.
Ini berarti Khamim berjalan kaki selama 1 tahun untuk naik haji menempuh perjalanan 9 ribu kilometer dan telah melintasi banyak negara.
Mochammad Khamim Setiawan (29) Alumni Unnes Semarang Yang Naik Haji dengan Jalan Kaki |
Perjalanan kaki Khamim ditempuh sejak 28 Agustus 2016 tahun lalu. Saat ini dikabarkan Mochamad Khamim telah berada di Timur Tengah.
Ayah Khamim, yakni Syaufani Solichin (74) menuturkan kenekatan Aim untuk sampai ke Makkah hanya dengan berjalan kaki tanpa minta uang saku kepada siapapun.
"Orangnya keras kepala dan suka nekat. Kalau sudah punya keinginan, pasti dilakukan dengan usahanya sendiri," jelas Solichin.
Solichin menjelaskan keinginan anaknya untuk menunaikan haji ke Makkah dengan berjalan kaki sudah dilontarkan sejak dia masih kuliah di Universitas Negeri Semarang (Unes). Anak keempat dari empat bersaudara ini selepas kuliah membulatkan tekadnya untuk pergi menunaikan haji dengan jalan kaki.
"Ketiga kakaknya (yang di Jakarta) sebelumnya meminta dia untuk kerja dulu. Tapi anaknya tidak mau. Dia justru mempersiapkan fisik maupun mentalnya selama tiga tahun," jelasnya.
Persiapan Sarjana Ekonomi Pembangunan tersebut dilakukan selama tiga tahun. Setelah melakukan persiapan-persiapan khusus tersebut, Aim mulai mengurus surat-surat.
"Di Kemenag, saya dipanggil. Disuruh tanda tangan atas perjalanan anak saya itu, baru setelah saya tanda tangan, surat dari mereka bisa keluar," jelasnya.
Sedianya Aim didampingi dua rekannya. Namun, sampai di Tegal kedua temannya menyerah tidak melanjutkan.
Ayah Aim: Saya Pasrahkan ke Gusti Allah
Melepas seorang putra pergi berjalan kaki ke Makkah bukan perkara mudah bagi Syaufani Solichin (74). Namun, karena tekad sang putra sekuat baja, Solichin melepas kepergian putranya itu dengan ridho.
"Saya pasrahkan semuanya pada Gusti Allah, semoga sehat-sehat saja," kata Solichin saat berbincang di rumahnya di Wonopringgo, Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (24/5/2017).
Mochamad Khamim Setiawan (29) mulai berjalan kaki menuju Makkah pada 28 Agustus 2016 sekitar pukul 22.00 WIB. Kini, dari kabar teman-teman putranya, Solichin menyebutkan anaknya itu sudah tiba di Timur Tengah.
Mochamad Khamim Setiawan (29) |
Awalnya, rencana Aim, sapaan akrab Khamim, tak langsung direstui pihak keluarga. Kakak-kakak Aim sempat menghalangi, tapi ya itu tadi, tekadnya sudah bulat.
"Ketiga kakaknya (yang di Jakarta) sebelumnya meminta dia bekerja dulu. Tapi anaknya tidak mau. Dia justru mempersiapkan fisik maupun mentalnya selama tiga tahun," tutur Solichin.
Putranya itu menyiapkan fisik dan mentalnya untuk berjalan kaki menuju Makkah. Salah satunya dengan puasa Daud selama tiga tahun.
Bekal yang dibawa Aim seadanya hanya beberapa lembar baju dan sedikit uang. Kepada Solichin, Aim menegaskan yakin bekalnya itu cukup membawanya ke Tanah Suci.
Syaufani Solichin (74), Ayah Khamim |
"Ya, saya hanya bisa berdoa, la wong dia hanya berbekal baju dan beberapa lembar uang. Saya tanya, apakah cukup uangnya sebagai bekal, dijawabnya, 'Pasti ada yang ngasih di jalan, Bapak tidak usah khawatir,'" katanya.
Kisah Aim viral di media sosial. Kisahnya diceritakan dari satu akun ke akun lain. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, seperti bagaimana Aim mengurus visa setiap melintasi satu negara. Solichin belum bisa menjelaskan detail karena dia juga hanya menerima update kabar perjalanan Aim dari teman-teman putranya itu.
Berjalan Kaki Satu Tahun Demi Naik Haji
Dia berjalan kaki sekitar setahun menuju Kota Suci Makkah, Arab Saudi.
Dengan bekal satu ransel dan bendera mini Indonesia, Mochammad di sepanjang perjalanan menganakan baju bertuliskan "Saya dalam perjalanan ke Mekah dengan berjalan kaki".
Alasannya melakukan perjalanan ke Tanah Suci umat Islam itu untuk menguji kekuatan fisik dan spiritualnya. Selain itu, alasan yang lebih penting lagi adalah untuk membagikan pesan harapan, toleransi dan harmoni ke setiap manusia.
Mochammad mulai melakukan perjalanan dari Kota Pekalongan sejak 28 Agustus 2016. Perjalanan nekat itu dia jalani dengan kepercayaan bahwa semua orang hanya tamu Allah di bumi. Dia mempercayai dalil kita suci bahwa berjalan adalah bentuk murni dari melakukan ibadah haji.
Isi bekal Mochammad menuju Makkah antara lain, berapa kemeja, dua pasang celana dan sepatu, selusin pasang kaus kaki, beberapa pakaian dalam, kantong tidur dan tenda, obor portabel, ponsel cerdas dan GPS.
Dia bepergian dengan cahaya lampu. Berjalan kaki ke Makkah, bukan berarti pemuda Pekalongan ini orang tak punya. Dia memiliki bisnis dan perusahaan kontraktor yang berkembang.
Dia memilih enghindari semua urusan duniawi, meninggalkan bisnisnya di Indonesia. Pemuda ini merupakan lulusan ekonomi dari Universitas Negeri Semarang. Perjalanan hebat yang dia jalani hanya dengan bekal beberapa uang rupiah di sakunya.
"Saya percaya bahwa melakukan haji bukan hanya demonstrasi solidaritas dengan orang-orang Muslim," kata Mochammad kepada Khaleej Times saat berbincang di Konsulat Indonesia di Dubai, hari Rabu.
"Cara saya menunjukkan kepatuhan penuh saya kepada Allah (SWT) adalah untuk belajar Islam dari berbagai cendekiawan Muslim dan bertemu orang-orang dengan berbagai macam keyakinan untuk mempelajari budaya mereka dan mematuhi toleransi," ujarnya.
"Saya juga melakukan jihad yang lebih besar, yang mendisiplinkan diri saya dan mengatasi perjuangan spiritual melawan dosa," kata Mochammad, yang sebenarnya telah berpuasa Nabi Daud dalam lima tahun terakhir, kecuali selama hari raya agama.
Sebelum perjalanannya, Mochammad mengaku bahwa dia menghabiskan dua minggu di sebuah hutan Provinsi Banten untuk pengkondisian fisik. Dia juga menghabiskan beberapa minggu di masjid untuk penguatan spiritual.
Karena berpuasa, dia hanya melakukan perjalanan di malam hari. Saban harinya, dia mampu menempuh perjalanan setidaknya 50km saat kondisi fisiknya baik. Jika dia merasa lututnya lemah, dia hanya bisa menempuh perjalanan 10-15km.
Terlepas dari kerasnya perjalanannya, Mochammad hanya jatuh sakit dua kali, yakni di India dan Malaysia. Dia hanya makan makanan halal dan tidak memiliki suplemen makanan khusus. Dia hanya mengandalkan madu yang dicampur dengan air untuk membangun kekebalannya terhadap kondisi cuaca buruk.
Menurutnya, sepanjang perjalanan dia tidak pernah bertemu dengan perampok. Tapi, dia tiga kali bertemu dengan ular berbisa di sebuah hutan di Malaysia.
"Tapi secara ajaib, sebelum mereka bisa menggigit saya, mereka tiba-tiba terjatuh dan mati," ucap Mochammad.
"Saya tidak pernah meminta, tapi saya selalu bertemu orang yang memberi saya makanan dan bekal lainnya,” lanjut pemuda Pekalongan ini. ”Saya disambut di sebuah kuil Buddha di Thailand, orang-orang desa di Myanmar memberi saya makan, saya belajar dan bertemu dengan ilmuwan Muslim dari berbagai negara di masjid Jamaah Tabligh di India; dan saya berteman dengan pasangan Kristen Irlandia yang mengendarai sepeda di Yangon."
"Itu melalui anugerah Allah dan juga melalui getaran positif, tidak memiliki niat buruk terhadap orang-orang yang saya temui. Saya masih dapat melanjutkan perjalanan ini, walaupun tidak memiliki sumber keuangan," papar Mochammad.
Pada 19 Mei 2017 kemarin, Mochammad Khamim Setiawan telah tiba di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Dengan niat Bismillah ia memulai perjalanan itu untuk menempuh jarak kira-kira 9.000 kilometer.
Sesuai dalam kalender Indonesia, Hari Raya Idul Adha bertepatan tanggal 1 September 2017.
Khamim menargetkan akan tiba di Kota Makkah tanggal 30 Agustus 2017 atau sebelum Wukuf di Arafah.
Ini berarti Khamim berjalan kaki selama 1 tahun untuk naik haji menempuh perjalanan 9 ribu kilometer dan telah melintasi banyak negara.