Menghormati Agama Orang Lain Tak Berarti Harus Mengikuti, Ada dua pembahasan dalam bagian ini. Pertama, larangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyerupai orang kafir. Kedua, larangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengikuti hara raya orang kafir. Larangan berpartisipasi dalam perayaan Hari Raya orang kafir sangat kuat. Jangankan ikut andil, sekadar menyerupai mereka saja tidak dibenarkan. Ini membuktikan betapa kuat agama ini dalam melindungi umatnya, dari akidah, kebiasaan, dan perilaku orang-orang kafir.
Larangan Mengikuti Perayaan Hari Besar Orang Kafir
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sudah melarang umatnya untuk mengikuti Hari Raya mereka. Dari Aisyah Radhiallahu Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda ketika hari Id: "Sesungguhnya setiap kaum memiliki Hari Raya, dan hari ini adalah Hari Raya kita."
Maka, Hari Raya umat Islam adalah Hari Raya yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, saat itulah kaum Muslimin merayakan kebahagiaan mereka, kesenangan mereka, berhibur dari, makan-makanan yang enak dan lainnya. Bukan pada Hari Raya agama orang lain, baik Yahudi, Nasrani, Konghucu, Budha, Hindu, dan agama lainnya. Secara khusus, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melarang umat Islam mengikuti Hari Raya mereka.
Dari Anas bin Malik Radhiallahu Anhu, beliau berkata: "Dahulu orang jahiliyah memiliki dua hari untuk mereka bermain-main pada tiap tahunnya." Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam datang ke Madinah, dia bersabda: "Dahulu Kalian memiliki dua hari yang kalian bisa bermain-main saat itu. Allah telah menggantikan keduanya dengan yang lebih baik dari keduanya, yakni hari Fithri dan hari Adha."
Al Hafizh Ibnu Hajar, dalam Fathul Bari mengatakan hadits ini sanadnya sahih. Pada masa jahiliyah, kaum musyrikin memiliki dua hari, yakni Nairuz dan Mihrajan. Berkata Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al Azhim: "Dilarang (bagi umat Islam) mengadakan permainan dan berbahagia pada dua hari itu yakni Nairuz dan Mihrajan. Hadits ini juga terdapat larangan yang halus dan perintah untuk beribadah, karena kebahagiaan hakiki terdapat dalam ibadah."
Lalu, disebutkan perkataan Al Muzhir: "Ini merupakan dalil bahwa menghormati Nairuz dan Mihrajan, dan Hari Raya orang-orang muysrik yang lain adalah terlarang." Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan: "Dari hadis ini disimpulkan bahwa adalah hal yang dibenci berbahagia menyambut Hari Raya orang musyrik dan menyerupai mereka, dan telah sampai perkataan Syaikh Abu Hafsh Al Kabir An Nasafi dari kalangan Hanafiyah: Barang siapa yang memberikan hadiah kepada orang musyrik demi menghormati Hari Raya mereka, adalah perbuatan kufur kepada Allah Taala."
Bahkan, lebih tegas lagi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah melarang seorang Muslim membantu menjual keperluan orang Islam yang ingin ikut-ikutan Hari Raya mereka pada Hari Raya orang kafir, baik berupa makanan, pakaian, dan lainnya, sebab itu merupakan pertolongan atas kemungkaran.
[Ustadz Farid Nu'man Hasan, SS.]
Larangan Mengikuti Perayaan Hari Besar Orang Kafir
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sudah melarang umatnya untuk mengikuti Hari Raya mereka. Dari Aisyah Radhiallahu Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda ketika hari Id: "Sesungguhnya setiap kaum memiliki Hari Raya, dan hari ini adalah Hari Raya kita."
Maka, Hari Raya umat Islam adalah Hari Raya yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, saat itulah kaum Muslimin merayakan kebahagiaan mereka, kesenangan mereka, berhibur dari, makan-makanan yang enak dan lainnya. Bukan pada Hari Raya agama orang lain, baik Yahudi, Nasrani, Konghucu, Budha, Hindu, dan agama lainnya. Secara khusus, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melarang umat Islam mengikuti Hari Raya mereka.
Dari Anas bin Malik Radhiallahu Anhu, beliau berkata: "Dahulu orang jahiliyah memiliki dua hari untuk mereka bermain-main pada tiap tahunnya." Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam datang ke Madinah, dia bersabda: "Dahulu Kalian memiliki dua hari yang kalian bisa bermain-main saat itu. Allah telah menggantikan keduanya dengan yang lebih baik dari keduanya, yakni hari Fithri dan hari Adha."
Al Hafizh Ibnu Hajar, dalam Fathul Bari mengatakan hadits ini sanadnya sahih. Pada masa jahiliyah, kaum musyrikin memiliki dua hari, yakni Nairuz dan Mihrajan. Berkata Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al Azhim: "Dilarang (bagi umat Islam) mengadakan permainan dan berbahagia pada dua hari itu yakni Nairuz dan Mihrajan. Hadits ini juga terdapat larangan yang halus dan perintah untuk beribadah, karena kebahagiaan hakiki terdapat dalam ibadah."
Lalu, disebutkan perkataan Al Muzhir: "Ini merupakan dalil bahwa menghormati Nairuz dan Mihrajan, dan Hari Raya orang-orang muysrik yang lain adalah terlarang." Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan: "Dari hadis ini disimpulkan bahwa adalah hal yang dibenci berbahagia menyambut Hari Raya orang musyrik dan menyerupai mereka, dan telah sampai perkataan Syaikh Abu Hafsh Al Kabir An Nasafi dari kalangan Hanafiyah: Barang siapa yang memberikan hadiah kepada orang musyrik demi menghormati Hari Raya mereka, adalah perbuatan kufur kepada Allah Taala."
Bahkan, lebih tegas lagi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah melarang seorang Muslim membantu menjual keperluan orang Islam yang ingin ikut-ikutan Hari Raya mereka pada Hari Raya orang kafir, baik berupa makanan, pakaian, dan lainnya, sebab itu merupakan pertolongan atas kemungkaran.
[Ustadz Farid Nu'man Hasan, SS.]