Perkara Inilah Yang Ditakuti Oleh Rasulullah Jika Menimpa Umatnya │ Rasulullah merupakan pribadi yang begitu takut jika menyalahi perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga meski telah mendapatkan rukhsah terbebas dari dosa, beliau tak henti-hentinya mengucapkan istighfar dan taubat. Namun tahukah bahwa Rasulullah juga memiliki ketakutan akan sesuatu yang bukan mengarah kepada dirinya, melainkan kepada umatnya?
Dalam suatu riwayat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam suatu kali pernah mengingatkan para sahabat akan suatu yang beliau takutkan. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas diri kalian adalah syirik kecil.” Mendengar hal tersebut para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Itulah riya”.
Riya memang sebuah pengharapan dari seorang manusia yang ingin mendapatkan pujian atas kebaikan atau amal ibadah yang telah ia lakukan. Dengan kata lain, ibadah atau amalan yang dilakukannya semata-mata hanyalah ingin mendapatkan pujian dari manusia saja. Tak salah jika ibadah semacam ini tak akan mendapatkan balasan kebaikan sedikit pun. (QS Al Ma’un 4-6).
Ketika seseorang berinfaq dan ingin dikatakan sebagai dermawan ataupun ketika menuntut ilmu dan ingin disebut alim, maka disitulah semua amal kebaikannya menjadi sia-sia.
Tak hanya kehilangan balasan kebaikan, ia juga akan mendapatkan laknat dari Allah karena telah berani menyandingkan Allah dengan makhlukNya dimana seharusnya manusia hanyalah berusaha mendapatkan pujian dan balasan dari Allah, bukan dari manusia lain.
Di dalam hadist Qudsi, Allah menantang manusia ketika dalam masa perhitungan amalan dan Allah berfirman, “Pergilah kalian kepada orang-orang yang kala di dunia kalian mengedepankan riya atas mereka dan lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari sisi mereka.” (HR Ahmad dan Baihaqi)
Sungguh terlaknat sifat yang demikian dan sangat haram bersemayam di dalam hati karena telah menganggap diri lebih mulia daripada orang lain. Dengan demikian ia selalu ingin mendapatkan pujian dengan menampakkan berbagai kebaikan dalam sikap dan tutur katanya.
Memang sifat yang ditakutkan oleh Rasulullah ini sudah ada dalam setiap diri manusia. Yang membedakan hanya seberapa kuat seorang manusia menahannya melalui ketaatan dan keimanan kepada Allah. Jika imannya kuat, maka ia akan mampu menahan rasa ingin dipuji. Akan tetapi jika lemah, maka ia pun akan terseret dalam penyakit mematikan tersebut.
Karenanya perlu ada usaha untuk terhindar dari sikap riya yakni dengan cara menyadari tiga akar riya yang meliputi senang ingin dipuji, takut hinaan dan tamak atas milik orang lain. Jika ketiganya sudah tercabut dari dalam hati, maka sifat riya tidak akan dengan mudah merusak seluruh amal ibadah.
Kemudian sering-seringlah bertaawudz dan beristighfar sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah agar bisikan untuk berbuat riya tidak mudah dipenuhi.
Sadarilah bahwa pujian atau sanjungan tidak akan berarti sedikit pun ketika telah masuk dalam liang kubur. Inginkanlah sanjungan hanya dari Allah di hari akhir sehingga hati akan selalu bersih dari kotornya riya.
Baca Juga:
Semoga kita semua bisa meraih ketakwaan yang haqiqi dan senantiasa berharap hanya kepada Allah semata. Aamiin
Dalam suatu riwayat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam suatu kali pernah mengingatkan para sahabat akan suatu yang beliau takutkan. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas diri kalian adalah syirik kecil.” Mendengar hal tersebut para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Itulah riya”.
Riya memang sebuah pengharapan dari seorang manusia yang ingin mendapatkan pujian atas kebaikan atau amal ibadah yang telah ia lakukan. Dengan kata lain, ibadah atau amalan yang dilakukannya semata-mata hanyalah ingin mendapatkan pujian dari manusia saja. Tak salah jika ibadah semacam ini tak akan mendapatkan balasan kebaikan sedikit pun. (QS Al Ma’un 4-6).
Ketika seseorang berinfaq dan ingin dikatakan sebagai dermawan ataupun ketika menuntut ilmu dan ingin disebut alim, maka disitulah semua amal kebaikannya menjadi sia-sia.
Tak hanya kehilangan balasan kebaikan, ia juga akan mendapatkan laknat dari Allah karena telah berani menyandingkan Allah dengan makhlukNya dimana seharusnya manusia hanyalah berusaha mendapatkan pujian dan balasan dari Allah, bukan dari manusia lain.
Di dalam hadist Qudsi, Allah menantang manusia ketika dalam masa perhitungan amalan dan Allah berfirman, “Pergilah kalian kepada orang-orang yang kala di dunia kalian mengedepankan riya atas mereka dan lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari sisi mereka.” (HR Ahmad dan Baihaqi)
Sungguh terlaknat sifat yang demikian dan sangat haram bersemayam di dalam hati karena telah menganggap diri lebih mulia daripada orang lain. Dengan demikian ia selalu ingin mendapatkan pujian dengan menampakkan berbagai kebaikan dalam sikap dan tutur katanya.
Memang sifat yang ditakutkan oleh Rasulullah ini sudah ada dalam setiap diri manusia. Yang membedakan hanya seberapa kuat seorang manusia menahannya melalui ketaatan dan keimanan kepada Allah. Jika imannya kuat, maka ia akan mampu menahan rasa ingin dipuji. Akan tetapi jika lemah, maka ia pun akan terseret dalam penyakit mematikan tersebut.
Karenanya perlu ada usaha untuk terhindar dari sikap riya yakni dengan cara menyadari tiga akar riya yang meliputi senang ingin dipuji, takut hinaan dan tamak atas milik orang lain. Jika ketiganya sudah tercabut dari dalam hati, maka sifat riya tidak akan dengan mudah merusak seluruh amal ibadah.
Kemudian sering-seringlah bertaawudz dan beristighfar sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah agar bisikan untuk berbuat riya tidak mudah dipenuhi.
Sadarilah bahwa pujian atau sanjungan tidak akan berarti sedikit pun ketika telah masuk dalam liang kubur. Inginkanlah sanjungan hanya dari Allah di hari akhir sehingga hati akan selalu bersih dari kotornya riya.
Baca Juga:
- Ibadah Kok Unggah Di Media Sosial!
- Astaghfirullah, Berbuat Baik Tapi Dikecam Allah. Mengapa?
- Jangan Khatam Al Qur’an Jika Niatnya Seperti Ini
Semoga kita semua bisa meraih ketakwaan yang haqiqi dan senantiasa berharap hanya kepada Allah semata. Aamiin