Ada berita bagus bagi para penghafal Alquran usia sekolah di daerah ini. Mereka tidak usah khawatir tidak diterima di sekolah yang mereka sukai. Karena sekolah manapun yang ingin mereka masuki, maka pasti mereka akan diterima di situ. Hak istimewa ini khusus diberikan bagi mereka yang mampu menghafal Al Quran dalam hitungan Juz.
Daerah yang memberikan keistimewaan bagi para penghafal Alquran itu adalah daerah Padang, Sumatera Barat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh Walikotanya, Mahyeldi Ansharullah.
“Siswa yang mampu hafal 1 Juz, 3 Juz dan 5 juz Alquran dapat masuk ke sekolah sesuai jenjang kelanjutannya.” Ucap Mahyeldi.
“Siswa SD yang hafal 1 Juz akan dibebaskan memilih masuk SMP mana pun yang ada di Padang. Sedangkan siswa SMP yang hafal 3 Juz diberi kebebasan memilih SMA tempatnya belajar. Kemudian siswa SMA yang hafal 5 juz diberi kesempatan masuk secara khusus ke Univesitas Andalas dan Universitas Negeri Padang.” Sambungnya.
Hal ini bukan tanpa alasan, tapi berdasar pada keyakinan bahwa siswa penghafal Alquran dijamin memiliki tingkat kepintaran dan kecerdasan yang berada di atas rata-rata. Dengan demikian sekolah yang menerima siswa-siswi istimewa itu tidak akan pernah rugi. Keberadaan mereka justru akan mengharumkan nama sekolah dengan berbagai prestasi yang InsyaAllah dapat mereka capai.
Walikota Padang pun memberi apresiasi tinggi bagi sekolah-sekolah atau perguruan tinggi Padang yang telah turut menggalakkan program tersebut. Misalnya saja yang telah dilakukan oleh SMA 2 Padang. Walikota mengatakan bahwa sekolah yang menggalakkan program para penghafal Quran bagi siswa-siswinya, berarti telah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini patut dicontoh oleh sekolah-sekolah lainnya.
Keyakinan ini pun bukanlah angan-angan semu tapi berdasar pada bukti otentik. Tafdil Husni, rektor Universitas Andalas Padang mengatakan bahwa para pengahafal Al Quran merupakan generasi berintektualitas tinggi. Buktinya, para hafidz tersebut menduduki fakultas-fakultas favorit di kampusnya seperti fakultas kedokteran, fakultas teknik dan fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam). Disamping itu nilai akademik mereka berada di atas rata-rata, tambah sang rektor.
Dari kalangan ulama pun menyambut baik berita ini. Salah satunya yakni Bapak Yaswirman, seorang ulama terkenal di Padang yang mengatakan bahwa para penghafal Alquran harus diapresiasi dan diasah bakatnya pada hal-hal yang positif. Beliau mengatakan hal ini karena memang selalu ada saja santri yang hafal Alquran namun berkembang menjadi pribadi yang negatif.
Zaman dahulu, di buku-buku sejarah islam, banyak disebutkan kisah penghafal Alquran yang mendapatkan kemuliaan dunia. Salah satunya adalah Zaid bin Tsabit yang diangkat menjadi penerjemah bahasa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ketika dia berusia 6 tahun, dia sudah menjadi yatim. Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam hijrah dari Mekah ke Madinah, orang-orang berdatangan ke majelis Rasulullah untuk berkhidmat kepada beliau. Mereka juga membawa anak-anak mereka menghadiri majelis tersebut.
Demikian pula dengan Zaid bin Tsabit yang masih kecil. Dia bercerita: “Ketika saya dibawa ke majelis Rasulullah, orang-orang memperkenalkan saya sebagai anak dari kabilah Najjar. Sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah, saya sudah dapat menghafal 17 surat dalam Alquran. Kemudian beliau menyuruh saya untuk membaca surat-surat tersebut. Maka saya memperdengarkan surat Qaaf kepada beliau. Ternyata beliau sangat menyukai bacaan saya.”
Apabila Nabi mengirim surat pada orang Yahudi maka yang menjadi penulisnya adalah orang Yahudi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Surat-surat yang ditulis oang Yahudi itu membuat saya tidak tenang. Saya khawatir dia menulis yang tidak-tidak. Oleh karena itu sebaiknya engaku mempelajari bahasa Yahudi, wahai Zaid”.
Lalu Zaid bercerita: “Saya belajar bahasa Ibrani hanya dalam waktu 15 hari. Selanjutnya jika Rasulullah mengirim surat kepada orang-orang Yahudi, maka beliau akan menyuruh saya untuk menuliskannya. Dan jika datang surat dari bangsa Yahudi, maka sayalah yang akan menerjemahkannya untuk beliau”.
Demikianlah, Zain bin Tsabit dipercaya untuk mempelajari bahasa Ibrani oleh Rasulullah, padahal Zaid masih belia. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun awalnya memberikan kepercayaan ini berdasarkan pada melihat kemampuan Zaid dalam menghafal Alquran.
Demikianlah, di zaman Rasulullah, Zaid dimuliakan karena Quran. Sedang di zaman sekarang, mulia karena Quran dialami pula oleh Musa, penghafal Alquran cilik dari Bangka yang berhasil menorehkan prestasi di Mesir. Memang penghargaan-penghargaan bagi para penghafal Qur’an kiranya perlu digalakkan agar lahir generasi-generasi qurani.
Daerah yang memberikan keistimewaan bagi para penghafal Alquran itu adalah daerah Padang, Sumatera Barat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh Walikotanya, Mahyeldi Ansharullah.
“Siswa yang mampu hafal 1 Juz, 3 Juz dan 5 juz Alquran dapat masuk ke sekolah sesuai jenjang kelanjutannya.” Ucap Mahyeldi.
“Siswa SD yang hafal 1 Juz akan dibebaskan memilih masuk SMP mana pun yang ada di Padang. Sedangkan siswa SMP yang hafal 3 Juz diberi kebebasan memilih SMA tempatnya belajar. Kemudian siswa SMA yang hafal 5 juz diberi kesempatan masuk secara khusus ke Univesitas Andalas dan Universitas Negeri Padang.” Sambungnya.
Hal ini bukan tanpa alasan, tapi berdasar pada keyakinan bahwa siswa penghafal Alquran dijamin memiliki tingkat kepintaran dan kecerdasan yang berada di atas rata-rata. Dengan demikian sekolah yang menerima siswa-siswi istimewa itu tidak akan pernah rugi. Keberadaan mereka justru akan mengharumkan nama sekolah dengan berbagai prestasi yang InsyaAllah dapat mereka capai.
Walikota Padang pun memberi apresiasi tinggi bagi sekolah-sekolah atau perguruan tinggi Padang yang telah turut menggalakkan program tersebut. Misalnya saja yang telah dilakukan oleh SMA 2 Padang. Walikota mengatakan bahwa sekolah yang menggalakkan program para penghafal Quran bagi siswa-siswinya, berarti telah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini patut dicontoh oleh sekolah-sekolah lainnya.
Keyakinan ini pun bukanlah angan-angan semu tapi berdasar pada bukti otentik. Tafdil Husni, rektor Universitas Andalas Padang mengatakan bahwa para pengahafal Al Quran merupakan generasi berintektualitas tinggi. Buktinya, para hafidz tersebut menduduki fakultas-fakultas favorit di kampusnya seperti fakultas kedokteran, fakultas teknik dan fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam). Disamping itu nilai akademik mereka berada di atas rata-rata, tambah sang rektor.
Dari kalangan ulama pun menyambut baik berita ini. Salah satunya yakni Bapak Yaswirman, seorang ulama terkenal di Padang yang mengatakan bahwa para penghafal Alquran harus diapresiasi dan diasah bakatnya pada hal-hal yang positif. Beliau mengatakan hal ini karena memang selalu ada saja santri yang hafal Alquran namun berkembang menjadi pribadi yang negatif.
Zaman dahulu, di buku-buku sejarah islam, banyak disebutkan kisah penghafal Alquran yang mendapatkan kemuliaan dunia. Salah satunya adalah Zaid bin Tsabit yang diangkat menjadi penerjemah bahasa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ketika dia berusia 6 tahun, dia sudah menjadi yatim. Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam hijrah dari Mekah ke Madinah, orang-orang berdatangan ke majelis Rasulullah untuk berkhidmat kepada beliau. Mereka juga membawa anak-anak mereka menghadiri majelis tersebut.
Demikian pula dengan Zaid bin Tsabit yang masih kecil. Dia bercerita: “Ketika saya dibawa ke majelis Rasulullah, orang-orang memperkenalkan saya sebagai anak dari kabilah Najjar. Sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah, saya sudah dapat menghafal 17 surat dalam Alquran. Kemudian beliau menyuruh saya untuk membaca surat-surat tersebut. Maka saya memperdengarkan surat Qaaf kepada beliau. Ternyata beliau sangat menyukai bacaan saya.”
Apabila Nabi mengirim surat pada orang Yahudi maka yang menjadi penulisnya adalah orang Yahudi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Surat-surat yang ditulis oang Yahudi itu membuat saya tidak tenang. Saya khawatir dia menulis yang tidak-tidak. Oleh karena itu sebaiknya engaku mempelajari bahasa Yahudi, wahai Zaid”.
Lalu Zaid bercerita: “Saya belajar bahasa Ibrani hanya dalam waktu 15 hari. Selanjutnya jika Rasulullah mengirim surat kepada orang-orang Yahudi, maka beliau akan menyuruh saya untuk menuliskannya. Dan jika datang surat dari bangsa Yahudi, maka sayalah yang akan menerjemahkannya untuk beliau”.
Demikianlah, Zain bin Tsabit dipercaya untuk mempelajari bahasa Ibrani oleh Rasulullah, padahal Zaid masih belia. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun awalnya memberikan kepercayaan ini berdasarkan pada melihat kemampuan Zaid dalam menghafal Alquran.
Demikianlah, di zaman Rasulullah, Zaid dimuliakan karena Quran. Sedang di zaman sekarang, mulia karena Quran dialami pula oleh Musa, penghafal Alquran cilik dari Bangka yang berhasil menorehkan prestasi di Mesir. Memang penghargaan-penghargaan bagi para penghafal Qur’an kiranya perlu digalakkan agar lahir generasi-generasi qurani.
Baca Juga: Alhamdulillah, Musa Berhasil Raih Juara Tiga Penghafal Al Qur'an Cilik SeduniaMaka sudah sepatutnya program bebas pilih sekolah bagi para penghafal Alquran di daerah Padang ini diacungi jempol dan hendaknya ditiru pula oleh daerah-daerah lain.