Innalillahi, Balita Ini Meninggal Setelah Setor Hafalan An Naba │ Ajal memang tidak memandang tua ataupun muda. Itulah yang dialami oleh balita berusia 3,5 tahun yang bernama Sarah Haya Nada ‘Ul Matin. Ia telah berpulang ke rahmatullah dan meninggalkan kedua orang tuanya yang masih merindukannya hingga saat ini.
Kematian dari Sarah bisa dikatakan baik karena ia meninggal ketika sedang menyetorkan hafalan surat An Naba kepada orang tuanya. Saat itu Sarah mengalami kejang di tengah proses setoran hafalan. Lidah dan bibirnya membiru serta muntah yang berbusa. Sontak Agus Jamaludin dan Bunda Dhimasy selaku orang tuanya langsung melarikan Sarah ke rumah sakit terdekat untuk segera mendapatkan perawatan.
Di rumah sakit tersebut, Sarah dirawat selama tiga hari. Dari keterangan dokter diketahui bahwa Sarah yang merupakan hafidzah cilik ini mengalami kerusakan selaput otak, pendarahan lambung dan demam yang sangat tinggi. Sebelumnya Sarah memang termasuk anak yang ceria dan lincah. Ketika demam, ia pun masih sempat bermain dengan teman-temannya dan melakukan kegiatan mengaji bersama ibunya.
Pada hari Sabtu dini hari (21/2/2015) Sarah sempat siuman dan memanggil-manggil ibunya. Panggilan kepada ibu yang akrab disapa “Umi” itu bukanlah sekedar kerinduan semata, melainkan untuk melanjutkan hafalan surat An Naba hingga 12 ayat. Setelah berhasil menyelesaikan ayat terakhir, Sarah pun menghembuskan nafas terakhir. Sarah meninggal dalam kondisi tengah menghafal Al Quran. Sebuah kematian yang menjadi pertanda khusnul khotimah.
Saat itu waktu menunjukkan pukul tiga dini hari dan seluruh keluarga begitu sedih dengan kepergiannya. Seorang anak yang begitu mencintai Al Quran, meski umurnya baru 3,5 tahun. Sarah memang terlahir dalam keluarga yang mendidik agama Islam dengan sungguh-sungguh. Selain Sarah, kakak-kakaknya pun seperti Abdul Hannan Jamaluddin, Abdul Mannan Jamaluddin dan Abdul Ihsan Jamaluddin juga sama-sama merupakan seorang hafidz cilik.
Kematian yang baik tersebut merupakan bukti bahwa rasa cinta Allah kepada anak ini begitu besar sehingga Allah pun tidak melama-lamakan rasa sakit yang dideritanya. Meski sedih, namun orang tua dari hafidzah cilik ini sangat bahagia atas kematian yang berlangsung ketika selesai menghafal Al Quran.
Lantas bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita menjaga kalamullah tersebut dalam hati dan pikiran kita? Jika memang menginginkan kematian yang baik, mka sudah sepantasnya kita mengisi hari dengan hal yang baik pula.
Wallahu A’lam
Kematian dari Sarah bisa dikatakan baik karena ia meninggal ketika sedang menyetorkan hafalan surat An Naba kepada orang tuanya. Saat itu Sarah mengalami kejang di tengah proses setoran hafalan. Lidah dan bibirnya membiru serta muntah yang berbusa. Sontak Agus Jamaludin dan Bunda Dhimasy selaku orang tuanya langsung melarikan Sarah ke rumah sakit terdekat untuk segera mendapatkan perawatan.
Di rumah sakit tersebut, Sarah dirawat selama tiga hari. Dari keterangan dokter diketahui bahwa Sarah yang merupakan hafidzah cilik ini mengalami kerusakan selaput otak, pendarahan lambung dan demam yang sangat tinggi. Sebelumnya Sarah memang termasuk anak yang ceria dan lincah. Ketika demam, ia pun masih sempat bermain dengan teman-temannya dan melakukan kegiatan mengaji bersama ibunya.
Pada hari Sabtu dini hari (21/2/2015) Sarah sempat siuman dan memanggil-manggil ibunya. Panggilan kepada ibu yang akrab disapa “Umi” itu bukanlah sekedar kerinduan semata, melainkan untuk melanjutkan hafalan surat An Naba hingga 12 ayat. Setelah berhasil menyelesaikan ayat terakhir, Sarah pun menghembuskan nafas terakhir. Sarah meninggal dalam kondisi tengah menghafal Al Quran. Sebuah kematian yang menjadi pertanda khusnul khotimah.
Saat itu waktu menunjukkan pukul tiga dini hari dan seluruh keluarga begitu sedih dengan kepergiannya. Seorang anak yang begitu mencintai Al Quran, meski umurnya baru 3,5 tahun. Sarah memang terlahir dalam keluarga yang mendidik agama Islam dengan sungguh-sungguh. Selain Sarah, kakak-kakaknya pun seperti Abdul Hannan Jamaluddin, Abdul Mannan Jamaluddin dan Abdul Ihsan Jamaluddin juga sama-sama merupakan seorang hafidz cilik.
Kematian yang baik tersebut merupakan bukti bahwa rasa cinta Allah kepada anak ini begitu besar sehingga Allah pun tidak melama-lamakan rasa sakit yang dideritanya. Meski sedih, namun orang tua dari hafidzah cilik ini sangat bahagia atas kematian yang berlangsung ketika selesai menghafal Al Quran.
Lantas bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita menjaga kalamullah tersebut dalam hati dan pikiran kita? Jika memang menginginkan kematian yang baik, mka sudah sepantasnya kita mengisi hari dengan hal yang baik pula.
Wallahu A’lam