KabarMakkah.Com - Banyak sekali ulasan yang menerangkan tentang manfaat shalat bagi kesehatan. Diantaranya shalat mampu melancarkan aliran darah sehingga sel-sel tubuh pun menjadi lebih sehat. Namun orang-orang shaleh ini mendadak tuli dan mati rasa setiap menunaikan shalat.
Mengapa hal ini terjadi? Apakah shalat sudah kehilangan daya penyembuhnya bagi kesehatan manusia? Sebelum mengambil kesimpulan, mari kita baca ulasan lebih lanjutnya.
Kisah 1
Ada seorang shaleh bernama Amir bin Abdullah yang kesehariannya selalu disibukkan dengan beribadah kepada Allah. Ia pun biasa mengerjakan shalat-shalat sunat dimana saja. Suatu hari setelah selesai shalat ada seorang temannya yang bertanya: “Apakah engkau sadar telah mendengar sesuatu ketika shalat?”
“Ya, saya sadar bahwa saya tengah berdiri di hadapan Allah dan juga pada suatu hari nanti ketika kita harus memasuki antara surga atau neraka”. Jawabnya.
“Bukan itu maksudku, tetapi apakah engkau tahu apa yang kami perbincangkan?” Kata temannya
“Tidak, tidak sedikit pun saya mendengar apa yang kalian perbincangkan. Dan memang lebih baik tombak menusuk badanku daripada aku harus mendengarkan apa yang kalian perbincangkan pada waktu aku mengerjakan shalat.” Jawab Amir bin Abdullah.
Kisah 2
Dalam suatu pertempuran, ada sebuah anak panah yang berhasil menancap di tubuh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. Anak panah tersebut menusuk bagian pahanya dengan cukup dalam. Setiap kali anak panah tersebut akan dicabut dari pahanya, Ali Radhiyallahu ‘Anhu menjerit kesakitan hingga akhirnya anak panah itu pun dibiarkan menancap di sana.
Para sahabat begitu khawatir dan tidak tega melihat kondisi Ali. Hingga suatu hari, ketika Ali bin Abi Thalib tengah mengerjakan shalat Nafil dalam keadaan sujud, para sahabatnya menarik keluar anak panah tersebut dengan kuat.
Setelah selesai shalat, Ali bertanya: “Apakah kalian akan mencabut anak panah itu?”
“Ya Ali,... anak panah itu sudah berhasil dicabut ketika engkau sedang bersujud dalam shalatmu tadi” Jawab para sahabatnya.
“Benarkah?! Tapi aku tidak merasakan apa-apa”. Kata Ali dengan terheran. Ia tidak menyangka anak panah yang selama ini mengganggunya dengan rasa sakit yang begitu sangat, akhirnya bisa dicabut dan ia sama sekali tidak merasakan sakitnya.
Pelajaran dari dua kisah diatas
Itulah kondisi shalatnya orang-orang shaleh, mereka mendadak tuli dan mati rasa setiap menunaikan shalat. Mereka tuli hingga tidak mendengar perkataan orang-orang yang berbincang di sekelilingnya. Mereka fokus menghadap Rob-nya, dengan penuh harap dan cemas.
Bahkan anak panah yang begitu susah dicabut karena sakit yang ditimbulkan, bisa dengan mudah ditarik keluar ketika Ali Radhiyallahu ‘Anhu mengerjakan shalat. Kekhusyuan beliau menyebabkan syaraf-syaraf tubuhnya mati rasa hingga tak ada yang dirasakannya kecuali rasa takut akan adzab Robb-nya dan rasa harap akan keridhoan-Nya.
Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bercanda bersama kami. Apabila tiba waktu shalat, beliau berubah kelakuannya seolah-olah tidak mengenal kami dan sangat dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala”.
Begitu pun Hassan Radhiyallahu ‘Anhu. Jika beliau berwudhu, mukanya menjadi pucat. Bila ditanya mengapa? Ia menjawab: “Ini adalah waktu untuk berdiri di hadapan Raja yang Maha Agung dan Maha Mulia”.
Bandingkan dengan shalat kita.
Dari mulai Takbiratul Ihram hingga salam, yang ada di benak kita adalah perjalan hidup kita seharian itu. Atau bahkan teringat pada peristiwa yang telah lama berlalu atau teringat pada tempat dimana kita menyimpan barang yang telah lama hilang. Lalu jika seekor nyamuk saja menggigit kulit kita, maka fokus perhatian kita terhadap shalat pun jadi buyar. Belum lagi jika di ruangan sebelah ada televisi yang sedang menayangkan sinetron, maka selesai shalat kita hafal perbincangan demi perbincangan para tokoh sinetron tersebut.
Astaghfirullah.... sungguh diri ini malu mengharap surga-Mu dengan kualitas shalat yang begitu buruk. Rasul-Mu, para sahabatnya dan generasi orang-orang shaleh setelahnya, mampu mematikan indra pendengar dan menon-aktifkan indra perasa jika mereka tengah menghadap-Mu. Sedangkan di dalam shalat hamba, hamba justru tidak mengingat-Mu sama sekali.
Mengapa hal ini terjadi? Apakah shalat sudah kehilangan daya penyembuhnya bagi kesehatan manusia? Sebelum mengambil kesimpulan, mari kita baca ulasan lebih lanjutnya.
Ilustrasi |
Ada seorang shaleh bernama Amir bin Abdullah yang kesehariannya selalu disibukkan dengan beribadah kepada Allah. Ia pun biasa mengerjakan shalat-shalat sunat dimana saja. Suatu hari setelah selesai shalat ada seorang temannya yang bertanya: “Apakah engkau sadar telah mendengar sesuatu ketika shalat?”
“Ya, saya sadar bahwa saya tengah berdiri di hadapan Allah dan juga pada suatu hari nanti ketika kita harus memasuki antara surga atau neraka”. Jawabnya.
“Bukan itu maksudku, tetapi apakah engkau tahu apa yang kami perbincangkan?” Kata temannya
“Tidak, tidak sedikit pun saya mendengar apa yang kalian perbincangkan. Dan memang lebih baik tombak menusuk badanku daripada aku harus mendengarkan apa yang kalian perbincangkan pada waktu aku mengerjakan shalat.” Jawab Amir bin Abdullah.
Kisah 2
Dalam suatu pertempuran, ada sebuah anak panah yang berhasil menancap di tubuh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. Anak panah tersebut menusuk bagian pahanya dengan cukup dalam. Setiap kali anak panah tersebut akan dicabut dari pahanya, Ali Radhiyallahu ‘Anhu menjerit kesakitan hingga akhirnya anak panah itu pun dibiarkan menancap di sana.
Para sahabat begitu khawatir dan tidak tega melihat kondisi Ali. Hingga suatu hari, ketika Ali bin Abi Thalib tengah mengerjakan shalat Nafil dalam keadaan sujud, para sahabatnya menarik keluar anak panah tersebut dengan kuat.
Setelah selesai shalat, Ali bertanya: “Apakah kalian akan mencabut anak panah itu?”
“Ya Ali,... anak panah itu sudah berhasil dicabut ketika engkau sedang bersujud dalam shalatmu tadi” Jawab para sahabatnya.
“Benarkah?! Tapi aku tidak merasakan apa-apa”. Kata Ali dengan terheran. Ia tidak menyangka anak panah yang selama ini mengganggunya dengan rasa sakit yang begitu sangat, akhirnya bisa dicabut dan ia sama sekali tidak merasakan sakitnya.
Pelajaran dari dua kisah diatas
Itulah kondisi shalatnya orang-orang shaleh, mereka mendadak tuli dan mati rasa setiap menunaikan shalat. Mereka tuli hingga tidak mendengar perkataan orang-orang yang berbincang di sekelilingnya. Mereka fokus menghadap Rob-nya, dengan penuh harap dan cemas.
Bahkan anak panah yang begitu susah dicabut karena sakit yang ditimbulkan, bisa dengan mudah ditarik keluar ketika Ali Radhiyallahu ‘Anhu mengerjakan shalat. Kekhusyuan beliau menyebabkan syaraf-syaraf tubuhnya mati rasa hingga tak ada yang dirasakannya kecuali rasa takut akan adzab Robb-nya dan rasa harap akan keridhoan-Nya.
Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bercanda bersama kami. Apabila tiba waktu shalat, beliau berubah kelakuannya seolah-olah tidak mengenal kami dan sangat dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala”.
Begitu pun Hassan Radhiyallahu ‘Anhu. Jika beliau berwudhu, mukanya menjadi pucat. Bila ditanya mengapa? Ia menjawab: “Ini adalah waktu untuk berdiri di hadapan Raja yang Maha Agung dan Maha Mulia”.
Bandingkan dengan shalat kita.
Dari mulai Takbiratul Ihram hingga salam, yang ada di benak kita adalah perjalan hidup kita seharian itu. Atau bahkan teringat pada peristiwa yang telah lama berlalu atau teringat pada tempat dimana kita menyimpan barang yang telah lama hilang. Lalu jika seekor nyamuk saja menggigit kulit kita, maka fokus perhatian kita terhadap shalat pun jadi buyar. Belum lagi jika di ruangan sebelah ada televisi yang sedang menayangkan sinetron, maka selesai shalat kita hafal perbincangan demi perbincangan para tokoh sinetron tersebut.
Astaghfirullah.... sungguh diri ini malu mengharap surga-Mu dengan kualitas shalat yang begitu buruk. Rasul-Mu, para sahabatnya dan generasi orang-orang shaleh setelahnya, mampu mematikan indra pendengar dan menon-aktifkan indra perasa jika mereka tengah menghadap-Mu. Sedangkan di dalam shalat hamba, hamba justru tidak mengingat-Mu sama sekali.