Istri almarhum Siyono, Suratmi mengaku diberi dua bungkusan koran dilakban yang diduga berisi gepokan uang dari seseorang yang mengaku dari pihak POLRI. Uang itu diberikan padanya sebagai ungkapan duka cita atas kematian Siyono saat penangkapan yang dilakukan Tim Detasemen Khusus 88.
"Dua bungkus diduga berisi gepokan uang itu merupakan pemberian dari pihak yang mengaku berasal dari Densus 88 sebagai ungkapan damai atas kematian Siyono," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.
Suratmi mengungkap pemberian uang itu di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.
Uang itu dia terima di salah satu hotel di Jakarta oleh orang yang mengaku bernama Ayu, Lastri dan tiga orang lain saat Suratmi diminta polisi ke Jakarta mengambil jenazah suaminya yang tewas di tangan Densus 88 Antiteror. Uang itu adalah sebagai solidaritas terhadap kematian suaminya.
Waktu itu Ayu, mengatakan agar Suratmi mengikhlaskan kematian Siyono. Usai menerima uang, dia diminta meneken lima pernyataan tertulis, antara lain: tak akan menempuh jalur hukum atas kematian suaminya, tak akan melakukan otopsi ulang jenazah Siyono, harus mengikhlaskan kematian Siyono. "Saya hanya baca sekilas," kata dia.
Bahkan, ujar Suratmi, pada Senin malam lalu Ayu itu kembali datang ke rumahnya di Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Ayu datang bersama Lastri dan Cecep. Ayu mengulang lagi perkataannya. "Sudah, jangan berlarut-larut, ini sudah menjadi takdir," kata Suratmi menirukan perkataan Ayu.
Dahnil menyatakan, dua bungkus pemberian oknum itu belum pernah dibuka oleh Suratmi lantaran dia masih dirundung ketakutan. PP Muhammadiyah untuk sementara tidak berniat membuka isi bungkusan tersebut.
"Kami tidak akan membukanya sebelum proses advokasi ini rampung. Hari ini kami hanya menunjukkannya kepada publik, bahwa ada pemberian berupa diduga uang kepada keluarga korban," kata Dahnil
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Maneger Nasution mengatakan, uang yang diberikan kepada Suratmi diserahkan oleh oknum untuk membantu biaya pemakaman dan membiayai kebutuhan anak-anaknya.
"Tapi Suratmi tidak berani membukanya. Dia memilih meminta perlindungan. Pihak keluarga menginginkan Siyono diautopsi secara independen untuk mengetahui penyebab kematiannya," kata Maneger.
Siyono, warga Cawas, Klaten, yang ditangkap tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, pada Selasa (8/3) lalu, meninggal dunia saat dibawa polisi.
Menurut keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto, Siyono meninggal dunia setelah perkelahian melawan polisi.
Seperti diceritakan Brigjen Agus Rianto, Sabtu (12/3), Siyono meninggal dunia di rumah sakit Bhayangkara Yogyakarta. Dia sebelumnya dibawa polisi untuk mencari senjata api yang diduga milik Siyono, namun menurut keterangannya, sudah diserahkan kepada orang lain.
Saat pencarian penerima senjata api itu, Siyono, kata Agus, melawan polisi. Tapi dalam perkelahian di mobil, Siyono kelelahan dan lemas. Dia pun dilarikan ke rumah sakit, tapi nyawanya tak tertolong.
Siyono kemudian dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta. "Pada hari Sabtu tanggal 12 Maret, sekitar jam 15.30, jenazah sudah diserahkan kepada pihak keluarga," kata Agus Rianto.
Sementara itu, Pihak Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani, mempertanyakan asal usul dua tumpukan uang yang diberikan kepada keluarga Siyono, terutama jika itu merupakan uang kerahiman. Pasalnya, selama ini belum pernah terdengar ada uang kerahiman dari negara, yang diberikan untuk keluarga terduga teroris yang meninggal dunia.
Siane menjelaskan, sampai saat ini setidaknya ada 121 orang terduga teroris di seluruh Indonesia yang meninggal dunia saat dilakukan penangkapan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88. Oleh karena itu, ia mempertanyakan jika ada uang kerahiman, tentu dari jumlah itu akan ada dana besar yang tercatat di anggaran pembelanjaan negara.
"Jika memang ada dana kerahiman asalnya dari mana, APBN atau APBD, uang negara sebanyak itu tentu harus jelas," kata Siane, seperti dilansir republika, Rabu (30/3/2016).
Terlebih, lanjut Siane, istri Siyono yang menerima dua gepok uang tersebut, Suratmi, mengatakan pemberi merupakan orang yang menjemputnya untuk melihat mayat Siyono. Siane meminta siapapun pihak yang berwenang untuk menerangkan secara detail prosedur dana kerahiman pada keluarga terduga teroris Siyono.
Baca Juga:
Kendati demikian, Siane menegaskan, dua tumpuk uang yang diterima keluarga tidak pernah digunakan seperserpun, masih utuh dan belum pernah dibuka.
"Dua bungkus diduga berisi gepokan uang itu merupakan pemberian dari pihak yang mengaku berasal dari Densus 88 sebagai ungkapan damai atas kematian Siyono," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.
Suratmi mengungkap pemberian uang itu di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.
Uang itu dia terima di salah satu hotel di Jakarta oleh orang yang mengaku bernama Ayu, Lastri dan tiga orang lain saat Suratmi diminta polisi ke Jakarta mengambil jenazah suaminya yang tewas di tangan Densus 88 Antiteror. Uang itu adalah sebagai solidaritas terhadap kematian suaminya.
Waktu itu Ayu, mengatakan agar Suratmi mengikhlaskan kematian Siyono. Usai menerima uang, dia diminta meneken lima pernyataan tertulis, antara lain: tak akan menempuh jalur hukum atas kematian suaminya, tak akan melakukan otopsi ulang jenazah Siyono, harus mengikhlaskan kematian Siyono. "Saya hanya baca sekilas," kata dia.
Bahkan, ujar Suratmi, pada Senin malam lalu Ayu itu kembali datang ke rumahnya di Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Ayu datang bersama Lastri dan Cecep. Ayu mengulang lagi perkataannya. "Sudah, jangan berlarut-larut, ini sudah menjadi takdir," kata Suratmi menirukan perkataan Ayu.
Dahnil menyatakan, dua bungkus pemberian oknum itu belum pernah dibuka oleh Suratmi lantaran dia masih dirundung ketakutan. PP Muhammadiyah untuk sementara tidak berniat membuka isi bungkusan tersebut.
"Kami tidak akan membukanya sebelum proses advokasi ini rampung. Hari ini kami hanya menunjukkannya kepada publik, bahwa ada pemberian berupa diduga uang kepada keluarga korban," kata Dahnil
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Maneger Nasution mengatakan, uang yang diberikan kepada Suratmi diserahkan oleh oknum untuk membantu biaya pemakaman dan membiayai kebutuhan anak-anaknya.
"Tapi Suratmi tidak berani membukanya. Dia memilih meminta perlindungan. Pihak keluarga menginginkan Siyono diautopsi secara independen untuk mengetahui penyebab kematiannya," kata Maneger.
Siyono, warga Cawas, Klaten, yang ditangkap tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, pada Selasa (8/3) lalu, meninggal dunia saat dibawa polisi.
Menurut keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto, Siyono meninggal dunia setelah perkelahian melawan polisi.
Seperti diceritakan Brigjen Agus Rianto, Sabtu (12/3), Siyono meninggal dunia di rumah sakit Bhayangkara Yogyakarta. Dia sebelumnya dibawa polisi untuk mencari senjata api yang diduga milik Siyono, namun menurut keterangannya, sudah diserahkan kepada orang lain.
Saat pencarian penerima senjata api itu, Siyono, kata Agus, melawan polisi. Tapi dalam perkelahian di mobil, Siyono kelelahan dan lemas. Dia pun dilarikan ke rumah sakit, tapi nyawanya tak tertolong.
Siyono kemudian dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta. "Pada hari Sabtu tanggal 12 Maret, sekitar jam 15.30, jenazah sudah diserahkan kepada pihak keluarga," kata Agus Rianto.
Sementara itu, Pihak Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani, mempertanyakan asal usul dua tumpukan uang yang diberikan kepada keluarga Siyono, terutama jika itu merupakan uang kerahiman. Pasalnya, selama ini belum pernah terdengar ada uang kerahiman dari negara, yang diberikan untuk keluarga terduga teroris yang meninggal dunia.
Siane menjelaskan, sampai saat ini setidaknya ada 121 orang terduga teroris di seluruh Indonesia yang meninggal dunia saat dilakukan penangkapan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88. Oleh karena itu, ia mempertanyakan jika ada uang kerahiman, tentu dari jumlah itu akan ada dana besar yang tercatat di anggaran pembelanjaan negara.
"Jika memang ada dana kerahiman asalnya dari mana, APBN atau APBD, uang negara sebanyak itu tentu harus jelas," kata Siane, seperti dilansir republika, Rabu (30/3/2016).
Terlebih, lanjut Siane, istri Siyono yang menerima dua gepok uang tersebut, Suratmi, mengatakan pemberi merupakan orang yang menjemputnya untuk melihat mayat Siyono. Siane meminta siapapun pihak yang berwenang untuk menerangkan secara detail prosedur dana kerahiman pada keluarga terduga teroris Siyono.
Baca Juga:
- Muhammadiyah Kawal Kasus Siyono Ke Mahkamah Internasional
- Diancam dan Diusir 'Warga', Istri Siyono: Bumi Allah Luas
- MUI: Mayat Siyono Harus Diautopsi
Kendati demikian, Siane menegaskan, dua tumpuk uang yang diterima keluarga tidak pernah digunakan seperserpun, masih utuh dan belum pernah dibuka.