KabarMakah.Com – Shalat merupakan ibadah wajib seorang muslim setiap harinya. Namun tak banyak yang bisa mendapatkan ketenangan dalam shalat tersebut dan justru terburu-buru dalam melakukannya. Mereka berpikir bahwa shalat bisa dilakukan tanpa perlu menghayati ataupun harus mendapatkan ketenangan jiwa.
Padahal shalat akan menjadi sebuah sarana untuk membentengi diri dari kejahatan dan kemungkaran jika shalat dilakukan dalam keadaan khusyuk atau mendapat ketenangan hati. Lantas bagaimanakah caranya?
Ibnu Qayyim Rahimahullah menyebutkan ada 6 hal yang harus terkumpul dalam diri seorang muslim agar shalat yang dikerjakan bisa menjadi penyejuk hati dan penenang jiwa.
1. Ikhlas
Shalat yang didirikan bukanlah shalat karena dasar paksaan dari seseorang ataupun mengharapkan pujian dari seseorang. Seharusnya shalat dilakukan atas dasar keikhlasan dan kecintaan kepada Allah serta dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepadaNya.
Tekadkan dalam diri bahwa shalat yang dilakukan hanya ingin mendapatkan keridhaan Allah lewat ampunanNya.
2. Kejujuran Dan Ketulusan
Seorang muslim harus berusaha untuk mengosongkan hati dan pikiran dari perkara dunia dalam shalatnya. Curahkan segala hati dan pikiran kepada Allah semata serta fokuslah pada setiap gerakannya sehingga kita bisa dikatakan jujur dalam menghadap Allah baik fisik, pikiran maupun hati.
3. Berpedoman Pada Shalat Nabi
Shalat yang mampu menenangkan hati adalah shalat yang dicontohkan oleh Rasulullah. Karenanya perlu adanya pengetahuan akan rukun shalat dan bacaan shalat agar tidak hanya ikut-ikutan semata tanpa dasar. Dengan begitu hati dan pikiran akan mantap untuk menghadap Allah karena shalatnya sesuai dengan Rasulullah.
4. Ihsan
Pengertian ihsan adalah selalu merasa diawasi oleh Allah . Dengan ikhsan, maka shalat kita akan terasa seperti diperhatikan oleh Allah. Dengan ihsan pula akan melahirkan pribadi yang malu untuk bermaksiat, takut dan merasa hina di hadapan Allah.
Semakin tinggi kadar ihsan dalam diri seorang muslim, maka semakin tenang pula hatinya untuk menghadapkan diri kepada Allah.
5. Mengakui KaruniaNya
Ketahuilah bahwa segala apa yang ada pada diri dan alam semesta merupakan karuniaNya. Karenanya sangat tidak pantas kita menghadapkan wajah kita ke arah kiblat, namun hati terus berkeliaran. Dengan mengakui karuniaNya, maka kita pun akan malu jika hati ini tengah lalai dalam shalat.
Dengan mengakui karuniaNya berarti kita menjadi pribadi yang bersyukur sehingga dalam shalat pun seperti sedang berkomunikasi dan berucap syukur kepada Allah.
6. Selalu Merasa Memiliki Kekurangan
Shalat tidak akan menyentuh hati jika pribadi muslimnya masih merasa tidak memiliki kekurangan. Padahal untuk mencapai derajat ketenangan hati, seorang muslim harus merasa hina dan penuh kekurangan di hadapan Allah. Dengan begitu ia akan shalat dengan tumaninah karena rindu kepada pemilik kesempurnaan.
Bayangkan saja bahwa kita seperti pembantu yang melayani rajanya. Tentu jika pelayanan kita baik, maka sang raja pun akan memberikan suatu balasan yang baik pula. Apalagi jika raja tersebut adalah Allah yang merupakan pemilik dan penguasa dunia dan seisinya, tentu akan memberikan yang terbaik bagi para pelaku shalat yakni berupa ketenangan hati.
Wallahu A’lam
Padahal shalat akan menjadi sebuah sarana untuk membentengi diri dari kejahatan dan kemungkaran jika shalat dilakukan dalam keadaan khusyuk atau mendapat ketenangan hati. Lantas bagaimanakah caranya?
Ibnu Qayyim Rahimahullah menyebutkan ada 6 hal yang harus terkumpul dalam diri seorang muslim agar shalat yang dikerjakan bisa menjadi penyejuk hati dan penenang jiwa.
1. Ikhlas
Shalat yang didirikan bukanlah shalat karena dasar paksaan dari seseorang ataupun mengharapkan pujian dari seseorang. Seharusnya shalat dilakukan atas dasar keikhlasan dan kecintaan kepada Allah serta dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepadaNya.
Tekadkan dalam diri bahwa shalat yang dilakukan hanya ingin mendapatkan keridhaan Allah lewat ampunanNya.
2. Kejujuran Dan Ketulusan
Seorang muslim harus berusaha untuk mengosongkan hati dan pikiran dari perkara dunia dalam shalatnya. Curahkan segala hati dan pikiran kepada Allah semata serta fokuslah pada setiap gerakannya sehingga kita bisa dikatakan jujur dalam menghadap Allah baik fisik, pikiran maupun hati.
3. Berpedoman Pada Shalat Nabi
Shalat yang mampu menenangkan hati adalah shalat yang dicontohkan oleh Rasulullah. Karenanya perlu adanya pengetahuan akan rukun shalat dan bacaan shalat agar tidak hanya ikut-ikutan semata tanpa dasar. Dengan begitu hati dan pikiran akan mantap untuk menghadap Allah karena shalatnya sesuai dengan Rasulullah.
4. Ihsan
Pengertian ihsan adalah selalu merasa diawasi oleh Allah . Dengan ikhsan, maka shalat kita akan terasa seperti diperhatikan oleh Allah. Dengan ihsan pula akan melahirkan pribadi yang malu untuk bermaksiat, takut dan merasa hina di hadapan Allah.
Semakin tinggi kadar ihsan dalam diri seorang muslim, maka semakin tenang pula hatinya untuk menghadapkan diri kepada Allah.
5. Mengakui KaruniaNya
Ketahuilah bahwa segala apa yang ada pada diri dan alam semesta merupakan karuniaNya. Karenanya sangat tidak pantas kita menghadapkan wajah kita ke arah kiblat, namun hati terus berkeliaran. Dengan mengakui karuniaNya, maka kita pun akan malu jika hati ini tengah lalai dalam shalat.
Dengan mengakui karuniaNya berarti kita menjadi pribadi yang bersyukur sehingga dalam shalat pun seperti sedang berkomunikasi dan berucap syukur kepada Allah.
6. Selalu Merasa Memiliki Kekurangan
Shalat tidak akan menyentuh hati jika pribadi muslimnya masih merasa tidak memiliki kekurangan. Padahal untuk mencapai derajat ketenangan hati, seorang muslim harus merasa hina dan penuh kekurangan di hadapan Allah. Dengan begitu ia akan shalat dengan tumaninah karena rindu kepada pemilik kesempurnaan.
Bayangkan saja bahwa kita seperti pembantu yang melayani rajanya. Tentu jika pelayanan kita baik, maka sang raja pun akan memberikan suatu balasan yang baik pula. Apalagi jika raja tersebut adalah Allah yang merupakan pemilik dan penguasa dunia dan seisinya, tentu akan memberikan yang terbaik bagi para pelaku shalat yakni berupa ketenangan hati.
Wallahu A’lam