KabarMakkah.Com – Banyak yang mengatakan tentang pelarangan merayakan Valentine dengan ungkapan, “Kenapa perayaannya dilarang, tapi produknya kok dipakai?”. Pertanyaan ini seringkali dilontarkan oleh mereka yang mendukung perayaan hari Valentine, meskipun mereka mengaku muslim. Lalu bagaimana jawaban kita?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut perlu diketahui tentang arti dari kata merayakan.
Merayakan Bermakna Meniru
Seseorang yang merayakan Valentine berarti sedang meniru perayaan yang bukan dari Islam. Ketahuilah bahwa meniru secara lahiriyah akan sedikit demi sedikit merubah batin. Hingga pada akhirnya kita justru menjunjung tinggi agama non muslim.
Seorang ulama Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa, “Sesungguhnya Tasyabbuh atau meniru gaya orang kafir secara lahiriyah mewariskan kecintaan dan kesetiaan dalam batin. Begitu pula kecintaan dalam batin mewariskan tasyabbuh secara lahir. Hal ini sudah terbukti secara inderawi atau eksperimen. Sampai-sampai jika ada dua orang yang dulunya berasal dari kampung yang sama, kemudian bertemu kembali di negeri yang asing, pasti akan ada rasa kecintaan, kesetiaan dan saling mengasihi. Walaupun dulunya mereka tidak saling mengenal atau saling terpisah.” (Iqtidha Ash Shiroth Al Mustaqim 1:549)
Dalam Majmu Fatawa, Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa, “Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.” (Majmu fatawa 22: 154)
Dalam menentukan patokan meniru, kita bisa melihat sesuatu yang menjadi ciri khas kaum tersebut. Sangat jelas bahwa merayakan Valentine merupakan perayaan yang dilakukan oleh umat non muslim sejak dahulu.
Adapun hadist yang melarang umat muslim untuk bersikap tasyabbuh atau meniru kaum lain adalah hadist dari Ibnu Umar, dimana Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR Ahmad, Abu Daud dengan sanad hasan)
Rasulullah pun bersabda, “Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami.” (HR Tirmidzi)
Tentang Penggunaan Produk Kaum Non Muslim
Penggunaan produk kaum non muslim tergolong dalam bentuk perkara duniawi. Sungguh tidak mungkin ketika kita menggunakan produk kaum tersebut, lantas mendukung begitu saja perayaannya ataupun membenarkannya. Sama halnya dengan pedagang yang menjual barang buatan kaum non muslim. Maka apakah kemudian mereka langsung membenarkan kaum produsen tersebut? Jika memang produknya merugikan kaum muslimin, barulah ada pelarangan untuk menggunakan produk tersebut. Namun jika mubah ataupun menguntungkan, maka hal tersebut diperbolehkan.
Sementara tasyabbuh hanya mengantarkan pada kesukaan akan ajaran mereka. Untuk lebih meyakinkan kita akan diperbolehkannya menggunakan produk kaum non muslim adalah beberapa keterangan sebagai berikut.
1. Rasulullah Menggunakan Pakaian Buatan Yaman
Hadist yang menerangkan hal tersebut ada dalam hadist dari Anas bin Malik dimana saat Rasulullah sakit, beliau hendak keluar dengan menggunakan baju qithriyyah. Baju qithriyyah adalah baju bercorak dari Yaman dan terbuat dari katun. Dan ternyata penduduk Yaman pada saat itu masih belum masuk Islam.
2. Rasulullah Pernah Menggunakan Khuf Buatan Habasyah
Saat Rasulullah mengenakan khuf dari Habasyah, saat itu pula negeri Habasyah atau Ethiophia masih merupakan kawasan non muslim. Hal ini seperti yang diceritakan oleh Buraidah,
“Raja Najasyi pernah memberi hadiah kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dua buah khuf yang berwarna hitam yang terlihat sederhana. Kemudian beliau menggunakannya dan mengusap kedua khuf tersebut.”
Dengan demikian bukan berarti saat kita menggunakan produk kaum non muslim, lantas harus mengikuti perayaannya? Jadilah muslim yang cerdas dan menjunjung sikap saling menghormati bukan berarti harus selalu mengikuti perayaan mereka.
Wallahu A’lam
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut perlu diketahui tentang arti dari kata merayakan.
Merayakan Bermakna Meniru
Seseorang yang merayakan Valentine berarti sedang meniru perayaan yang bukan dari Islam. Ketahuilah bahwa meniru secara lahiriyah akan sedikit demi sedikit merubah batin. Hingga pada akhirnya kita justru menjunjung tinggi agama non muslim.
Seorang ulama Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa, “Sesungguhnya Tasyabbuh atau meniru gaya orang kafir secara lahiriyah mewariskan kecintaan dan kesetiaan dalam batin. Begitu pula kecintaan dalam batin mewariskan tasyabbuh secara lahir. Hal ini sudah terbukti secara inderawi atau eksperimen. Sampai-sampai jika ada dua orang yang dulunya berasal dari kampung yang sama, kemudian bertemu kembali di negeri yang asing, pasti akan ada rasa kecintaan, kesetiaan dan saling mengasihi. Walaupun dulunya mereka tidak saling mengenal atau saling terpisah.” (Iqtidha Ash Shiroth Al Mustaqim 1:549)
Dalam Majmu Fatawa, Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa, “Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.” (Majmu fatawa 22: 154)
Dalam menentukan patokan meniru, kita bisa melihat sesuatu yang menjadi ciri khas kaum tersebut. Sangat jelas bahwa merayakan Valentine merupakan perayaan yang dilakukan oleh umat non muslim sejak dahulu.
Adapun hadist yang melarang umat muslim untuk bersikap tasyabbuh atau meniru kaum lain adalah hadist dari Ibnu Umar, dimana Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR Ahmad, Abu Daud dengan sanad hasan)
Rasulullah pun bersabda, “Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami.” (HR Tirmidzi)
Tentang Penggunaan Produk Kaum Non Muslim
Penggunaan produk kaum non muslim tergolong dalam bentuk perkara duniawi. Sungguh tidak mungkin ketika kita menggunakan produk kaum tersebut, lantas mendukung begitu saja perayaannya ataupun membenarkannya. Sama halnya dengan pedagang yang menjual barang buatan kaum non muslim. Maka apakah kemudian mereka langsung membenarkan kaum produsen tersebut? Jika memang produknya merugikan kaum muslimin, barulah ada pelarangan untuk menggunakan produk tersebut. Namun jika mubah ataupun menguntungkan, maka hal tersebut diperbolehkan.
Sementara tasyabbuh hanya mengantarkan pada kesukaan akan ajaran mereka. Untuk lebih meyakinkan kita akan diperbolehkannya menggunakan produk kaum non muslim adalah beberapa keterangan sebagai berikut.
1. Rasulullah Menggunakan Pakaian Buatan Yaman
Hadist yang menerangkan hal tersebut ada dalam hadist dari Anas bin Malik dimana saat Rasulullah sakit, beliau hendak keluar dengan menggunakan baju qithriyyah. Baju qithriyyah adalah baju bercorak dari Yaman dan terbuat dari katun. Dan ternyata penduduk Yaman pada saat itu masih belum masuk Islam.
2. Rasulullah Pernah Menggunakan Khuf Buatan Habasyah
Saat Rasulullah mengenakan khuf dari Habasyah, saat itu pula negeri Habasyah atau Ethiophia masih merupakan kawasan non muslim. Hal ini seperti yang diceritakan oleh Buraidah,
“Raja Najasyi pernah memberi hadiah kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dua buah khuf yang berwarna hitam yang terlihat sederhana. Kemudian beliau menggunakannya dan mengusap kedua khuf tersebut.”
Dengan demikian bukan berarti saat kita menggunakan produk kaum non muslim, lantas harus mengikuti perayaannya? Jadilah muslim yang cerdas dan menjunjung sikap saling menghormati bukan berarti harus selalu mengikuti perayaan mereka.
Wallahu A’lam