KabarMakkah.Com – Tahukah bahwa lidah bisa menjadi cikal bakal suatu masalah? Lidah memang menjadi juru bicara hati yang mampu mengungkapkan segala isi hati entah itu baik ataupun buruk. Allah telah memberitahukan manusia untuk berhati-hati dalam berkata, kapan pun dan dimana pun.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS Al Ahzab 70)
Ketahuilah, sesungguhnya Allah telah mengajarkan berbagai ungkapan baik bagi seorang muslim dalam keadaan apapun. Contohnya adalah ketika seorang muslim ditimpa musibah, maka ia akan berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” yang artinya “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepadanya.”
Apabila rasa takut melanda seperti mendapatkan berita yang mengagetkan, maka seorang muslim haruslah berkata, “Hasbunallah wa ni’mal wakil” (Cukup Allah saja sebagai pelindung kami).
Allah pun memberi tahu hambaNya yang tak sanggup untuk memikul suatu beban hidup ataupun pekerjaan dengan ucapan “Laa haula walaa quwwata illa billah” (Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan izin Allah).
Sementara seorang yang penuh keragu-raguan ataupun kemunafikan akan mengeluarkan kata-kata yang melemahkan dan rendah, seperti rendahnya prasangka mereka kepada Allah. Contoh nyata yang bisa dilihat adalah ketika kaum muslimin satu kali kalah dalam peperangan, orang munafik mengatakan kata-kata yang sangat rendah. Perkataan mereka tercantum dalam Al Quran.
“Kalau mereka tetap bersama-sama kita, tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh.” (QS Ali Imran 156). Atau perkataan munafik, “Allah dan RasulNya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.” (QS Al Ahzab 12).
Satu kisah menceritakan tentang Nabi Yaqub yang dimintai oleh anak-anaknya untuk mengajak Nabi Yusuf kecil bermain di luar. Namun beliau begitu khawatir dengan Nabi Yusuf dan tak ingat sedikit pun untuk bertawakal kepada Allah yang pasti akan selalu melindunginya. Ia justru berkata, “Aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala.” (QS Yusuf 13).
Perkataan Nabi Yaqub ini sontak menjadi sebuah ide bagi anak-anaknya tersebut untuk melakukan kesalahan yaitu menghilangkan Nabi Yusuf dengan alasan yang serupa bahwa Nabi Yusuf dimakan oleh serigala.
Kisah Nabi yusuf selanjutnya tentang keadaannya di penjara pun menjadi sebuah contoh untuk tidak berkata-kata yang seharusnya diucapkan oleh seorang mukmin. Seorang mukmin hanya akan berkata penuh kepasrahan kepada Allah dan bertawakal kepadaNya.
Namun jangan disalah artikan bahwa Nabi Yusuf saat itu berbuat salah, karena segala sesuatunya telah Allah atur sebagai ibrah dan pembelajaran bagi umat yang akan datang sehingga kaum muslimin bisa berhati-hati terhadap lisan.
Selain kisah Yusuf, terdapat pula kisah Fir’aun yang mengatakan dengan lisannya, “Sungai-sungai ini mengalir di bawahku.” (Az Zukhruf 51). Benar saja, Allah menjadikan sungai-sungai mengalir diatasnya dan membuat ia tenggelam serta mati karenanya.
Ternyata memang terbukti bahwa ucapan lisan bisa mempengaruhi hadirnya bencana. Tak salah jika Rasulullah mewasiatkan kepada umatnya agar berkata yang baik atau diam. Karena sudah seharusnya kita mewaspadai kata-kata sebagaimana mewaspadai perbuatan.
Semoga kita semua mampu menjaga lisan dan mengarahkannya ke jalan yang Allah ridhai.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS Al Ahzab 70)
Ketahuilah, sesungguhnya Allah telah mengajarkan berbagai ungkapan baik bagi seorang muslim dalam keadaan apapun. Contohnya adalah ketika seorang muslim ditimpa musibah, maka ia akan berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” yang artinya “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepadanya.”
Apabila rasa takut melanda seperti mendapatkan berita yang mengagetkan, maka seorang muslim haruslah berkata, “Hasbunallah wa ni’mal wakil” (Cukup Allah saja sebagai pelindung kami).
Allah pun memberi tahu hambaNya yang tak sanggup untuk memikul suatu beban hidup ataupun pekerjaan dengan ucapan “Laa haula walaa quwwata illa billah” (Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan izin Allah).
Sementara seorang yang penuh keragu-raguan ataupun kemunafikan akan mengeluarkan kata-kata yang melemahkan dan rendah, seperti rendahnya prasangka mereka kepada Allah. Contoh nyata yang bisa dilihat adalah ketika kaum muslimin satu kali kalah dalam peperangan, orang munafik mengatakan kata-kata yang sangat rendah. Perkataan mereka tercantum dalam Al Quran.
“Kalau mereka tetap bersama-sama kita, tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh.” (QS Ali Imran 156). Atau perkataan munafik, “Allah dan RasulNya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.” (QS Al Ahzab 12).
Satu kisah menceritakan tentang Nabi Yaqub yang dimintai oleh anak-anaknya untuk mengajak Nabi Yusuf kecil bermain di luar. Namun beliau begitu khawatir dengan Nabi Yusuf dan tak ingat sedikit pun untuk bertawakal kepada Allah yang pasti akan selalu melindunginya. Ia justru berkata, “Aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala.” (QS Yusuf 13).
Perkataan Nabi Yaqub ini sontak menjadi sebuah ide bagi anak-anaknya tersebut untuk melakukan kesalahan yaitu menghilangkan Nabi Yusuf dengan alasan yang serupa bahwa Nabi Yusuf dimakan oleh serigala.
Kisah Nabi yusuf selanjutnya tentang keadaannya di penjara pun menjadi sebuah contoh untuk tidak berkata-kata yang seharusnya diucapkan oleh seorang mukmin. Seorang mukmin hanya akan berkata penuh kepasrahan kepada Allah dan bertawakal kepadaNya.
Namun jangan disalah artikan bahwa Nabi Yusuf saat itu berbuat salah, karena segala sesuatunya telah Allah atur sebagai ibrah dan pembelajaran bagi umat yang akan datang sehingga kaum muslimin bisa berhati-hati terhadap lisan.
Selain kisah Yusuf, terdapat pula kisah Fir’aun yang mengatakan dengan lisannya, “Sungai-sungai ini mengalir di bawahku.” (Az Zukhruf 51). Benar saja, Allah menjadikan sungai-sungai mengalir diatasnya dan membuat ia tenggelam serta mati karenanya.
Ternyata memang terbukti bahwa ucapan lisan bisa mempengaruhi hadirnya bencana. Tak salah jika Rasulullah mewasiatkan kepada umatnya agar berkata yang baik atau diam. Karena sudah seharusnya kita mewaspadai kata-kata sebagaimana mewaspadai perbuatan.
Semoga kita semua mampu menjaga lisan dan mengarahkannya ke jalan yang Allah ridhai.