KabarMakkah.Com - Dialah Ubay bin Khalaf, seorang musyrikin Makkah yang merupakan musuh besar Islam. Pernah sebelum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah, ia berkata, “Aku memelihara seekor kuda dan aku telah memberinya banyak makan. Dengan mengendarainya aku akan membunuhmu di kemudian hari.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun berkata kepadanya,“Insya Allah, saya yang akan membunuhmu”.
Ketika terjadi peperangan Uhud, Ubay bin Khalaf kemudian mencari-cari Rasulullah dengan menunggangi kudanya. Ia berkata: “Apabila hari ini Muhammad dapat lolos maka aku-lah yang akan celaka”. Maka tatkala dilihatnya Muhammad, ia pun menuju ke arahnya dengan maksud hendak menyerang.
Para sahabat yang melihat hal itu, berniat melempar Ubay bin Khalaf dengan tombak dari jauh. Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencegahnya. “ Biarkan ia mendekat” Sabda beliau. Ketika jaraknya sudah lebih dekat, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengambil sebilah tombak dari salah seorang sahabat dan melemparkannya ke arah Ubay bin Khalaf.
Lemparan tombak itu menggores leher Ubay bin Khalaf dan membuatnya terjatuh dari kudanya. Dengan jatuh bangun ia berlari menuju pasukannya sambil berteriak-teriak: “Demi Tuhan, Muhammad telah membunuhku!” Teriaknya histeris.
Sahabat-sahabatnya sesama orang kafir berusaha menenangkannya dengan berkata, “Tenanglah....tenanglah, itu hanya sebuah goresan kecil saja, tidak perlu dikhawatirkan”.
Namun Ubay bin Khalaf berkata: “Muhammad pernah berkata bahwa dia akan membunuhku! Dia akan membunuhku!” Teriaknya dengan suara laksana lembu jantan.
Abu Sufyan yang waktu itu berperan sebagai panglima perang berkata: “Dengan sedikit goresan saja engkau berteriak-teriak” Ucapnya dengan nada mengejek.
Ubay bin Khalaf pun menjawab: “Apakah kamu tahu siapa yang melempar Aku? Ini adalah lemparan Muhammad. Aku sangat menderita. Demi Latta dan Uzza, jika penderitaanku ini dibagikan pada seluruh penduduk Hijjaz, niscaya mereka akan binasa. Muhammad pernah berkata kepadaku bahwa dia akan membunuhku. Ketika dia berkata seperti itu, aku yakin bahwa aku akan mati di tangannya dan tidak akan dapat lolos darinya. Seandainya dia meludahiku sedikit saja setelah dia mengatakan demikian, maka pasti aku akan binasa”.
Ketika pasukan perang kafirin itu menderita kekalahan di pertempuran Uhud, akhirnya Ubay bin Khalaf meninggal dunia sehari sebelum mereka tiba kembali di Makkah.
Ada pelajaran penting yang dapat kita petik dari peristiwa ini. Seorang kafir yang begitu kental dengan kekafirannya hingga ia menjadi musuh besar Islam, namun ia begitu yakin dengan perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hingga ia tak ragu sedikitpun akan kematiannya di tangan Rasulullah.
Sedangkan kita, orang yang mengaku beriman kepadanya, mengaku meyakini akan kebenaran risalah yang dibawa beliau, mengaku cinta pada beliau, sudah berapa banyakkah sabda-sabda beliau yang kita amalkan. Yakinkah kita akan pedihnya adzab neraka yang beliau sabdakan dan berapa besar rasa takut kita akan adzab tersebut? Ataukah rasa takut dan pengakuan itu hanya terselip di lisan dan di hati kecil saja tanpa dibarengi dengan selarasnya kelakuan yang menunjukkan betapa kita takut akan adzab neraka yang menyala-nyala itu?
Kita mengaku yakin bahwa adzab neraka itu begitu menakutkan dan ingin terhindar dari masuk ke dalamnya, namun shalat masih sering terlupakan oleh urusan dunia.
Kita mengaku yakin bahwa adzab neraka itu begitu menakutkan dan ingin terhindar dari masuk ke dalamnya, namun aurat masih bangga dipertontonkan.
Kita mengaku yakin bahwa adzab neraka itu begitu menakutkan dan ingin terhindar dari masuk ke dalamnya, namun adab kepada kedua orang tua masih jauh dari kata sopan dan santun.
Kita pun mengaku yakin bahwa adzab neraka itu begitu menakutkan dan ingin terhindar dari masuk ke dalamnya, namun judi, khamr dan bentuk-bentuk maksiat lainnya masih senantiasa mewarnai hari demi hari.
Jika demikian benarkah kita yakin akan sabda-sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam?
Maka patutlah kita malu dengan Ubay bin khalaf, seorang kafir musuh besar Islam namun ia begitu yakin akan perkataan Muhammad Rasulullah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun berkata kepadanya,“Insya Allah, saya yang akan membunuhmu”.
Ketika terjadi peperangan Uhud, Ubay bin Khalaf kemudian mencari-cari Rasulullah dengan menunggangi kudanya. Ia berkata: “Apabila hari ini Muhammad dapat lolos maka aku-lah yang akan celaka”. Maka tatkala dilihatnya Muhammad, ia pun menuju ke arahnya dengan maksud hendak menyerang.
Para sahabat yang melihat hal itu, berniat melempar Ubay bin Khalaf dengan tombak dari jauh. Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencegahnya. “ Biarkan ia mendekat” Sabda beliau. Ketika jaraknya sudah lebih dekat, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengambil sebilah tombak dari salah seorang sahabat dan melemparkannya ke arah Ubay bin Khalaf.
Lemparan tombak itu menggores leher Ubay bin Khalaf dan membuatnya terjatuh dari kudanya. Dengan jatuh bangun ia berlari menuju pasukannya sambil berteriak-teriak: “Demi Tuhan, Muhammad telah membunuhku!” Teriaknya histeris.
Sahabat-sahabatnya sesama orang kafir berusaha menenangkannya dengan berkata, “Tenanglah....tenanglah, itu hanya sebuah goresan kecil saja, tidak perlu dikhawatirkan”.
Namun Ubay bin Khalaf berkata: “Muhammad pernah berkata bahwa dia akan membunuhku! Dia akan membunuhku!” Teriaknya dengan suara laksana lembu jantan.
Abu Sufyan yang waktu itu berperan sebagai panglima perang berkata: “Dengan sedikit goresan saja engkau berteriak-teriak” Ucapnya dengan nada mengejek.
Ubay bin Khalaf pun menjawab: “Apakah kamu tahu siapa yang melempar Aku? Ini adalah lemparan Muhammad. Aku sangat menderita. Demi Latta dan Uzza, jika penderitaanku ini dibagikan pada seluruh penduduk Hijjaz, niscaya mereka akan binasa. Muhammad pernah berkata kepadaku bahwa dia akan membunuhku. Ketika dia berkata seperti itu, aku yakin bahwa aku akan mati di tangannya dan tidak akan dapat lolos darinya. Seandainya dia meludahiku sedikit saja setelah dia mengatakan demikian, maka pasti aku akan binasa”.
Ketika pasukan perang kafirin itu menderita kekalahan di pertempuran Uhud, akhirnya Ubay bin Khalaf meninggal dunia sehari sebelum mereka tiba kembali di Makkah.
Ada pelajaran penting yang dapat kita petik dari peristiwa ini. Seorang kafir yang begitu kental dengan kekafirannya hingga ia menjadi musuh besar Islam, namun ia begitu yakin dengan perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hingga ia tak ragu sedikitpun akan kematiannya di tangan Rasulullah.
Sedangkan kita, orang yang mengaku beriman kepadanya, mengaku meyakini akan kebenaran risalah yang dibawa beliau, mengaku cinta pada beliau, sudah berapa banyakkah sabda-sabda beliau yang kita amalkan. Yakinkah kita akan pedihnya adzab neraka yang beliau sabdakan dan berapa besar rasa takut kita akan adzab tersebut? Ataukah rasa takut dan pengakuan itu hanya terselip di lisan dan di hati kecil saja tanpa dibarengi dengan selarasnya kelakuan yang menunjukkan betapa kita takut akan adzab neraka yang menyala-nyala itu?
Kita mengaku yakin bahwa adzab neraka itu begitu menakutkan dan ingin terhindar dari masuk ke dalamnya, namun shalat masih sering terlupakan oleh urusan dunia.
Kita mengaku yakin bahwa adzab neraka itu begitu menakutkan dan ingin terhindar dari masuk ke dalamnya, namun aurat masih bangga dipertontonkan.
Kita mengaku yakin bahwa adzab neraka itu begitu menakutkan dan ingin terhindar dari masuk ke dalamnya, namun adab kepada kedua orang tua masih jauh dari kata sopan dan santun.
Kita pun mengaku yakin bahwa adzab neraka itu begitu menakutkan dan ingin terhindar dari masuk ke dalamnya, namun judi, khamr dan bentuk-bentuk maksiat lainnya masih senantiasa mewarnai hari demi hari.
Jika demikian benarkah kita yakin akan sabda-sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam?
Maka patutlah kita malu dengan Ubay bin khalaf, seorang kafir musuh besar Islam namun ia begitu yakin akan perkataan Muhammad Rasulullah.