KabarMakkah.Com – Wanita yang berasal dari keluarga Kristen ini sejak masih kanak-kanak sudah mendapatkan gemblengan ajaran Kristen tanpa adanya penyangkalan. Namun naluri fitrahnya mulai memberontak semenjak usia remaja. Meski terpilih sebagai seorang Biarawati, ia justru kebingungan dengan pemahaman konsep Trinitas yang jadi bahasan utama umat Kristen.
Merasa tidak puas dengan bahan ajaran dari para pengajar di Gereja, ia pun memutuskan untuk mencari ilmu di luaran dan akhirnya Allah membimbingnya untuk bertemu dengan kitab Al Quran yang sudah diterjemahkan.
Biarawati ini kemudian mulai membuka Al Quran dari bagian belakang karena memang kebanyakan buku memang dibuka dari sisi tersebut. Alhasil ia menemukan sebuah surat pendek yang membahas tentang Tauhid. Surat tersebut tak lain adalah Surat Al Ikhlas yang merupakan surat ke-112.
Isi dalam Surat Al Ikhlas sangat terperinci, jelas dan tidak ada yang menjadi keraguan. Di saat yang sama, ia pun membawa pemahaman tersebut kepada dosennya di Gereja.
Sang dosen kemudian menjelaskan konsep Trinitas dengan bentuk seperti bentuk segitiga. Meski setiap sisinya sama-sama kuat, namun sebenarnya atau hakikat adalah satu bentuk.
Dengan kecerdasannya, Biarawati itu pun kemudian berkata, “Jika demikian berarti konsep segi empat pun akan memiliki empat sisi yang sama kuat, namun hakikatnya satu.”
Mendengar ucapan muridnya tersebut, sang dosen kemudian meluapkan amarahnya dan mengatakan bahwa semua konsep dalam Kristen harus dipatuhi tanpa boleh membangkang. Tidak ada celah untuk bertanya apalagi meragukannya.
Namun karena hidayah Allah telah menyelimuti sang Biarawati, ia pun terus berpikir tentang isi kandungan surat Al Ikhlas yang ia temukan saat itu. Hatinya semakin tak karuan dan akhirnya ia menyibukkan diri dengan bertanya kepada dosen yang lainnya.
Sang Biarawati kemudian menanyakan kepada satu dosen tentang meja ataupun kursi yang dibuat oleh tukang kayu. Ia menjelaskan bahwa hingga kapan pun meja ataupun kursi tidak akan naik derajat menjadi tukang kayu. Meja tetaplah meja dan tukang kayu tetaplah tukang kayu.
Pernyataan tersebut merupakan sindiran yang ia tujukan kepada dosen dan pihak Gereja tempat ia belajar. Pernyataan yang ia ajukan bukan tanpa data. Faktanya Yesus diangkat sebagai Tuhan setelah mendapatkan pelantikan oleh Kaisar Romawi di tahun 325 masehi.
Ia pun menemui dosen sejarah untuk mengkonfirmasi kebenaran ini. Dan benar saja sang dosen membenarkannya dengan nada yang sangat ketus. Lewat sikap tegasnya, Sang Biarawati kemudian berucap, “Jika begitu berarti Yesus bukanlah Tuhan, melainkan manusia yang dipertuhankan oleh manusia yang lain dan hal itu tidak akan sah selama-lamanya.”
Dengan penuh kemantapan, ia kemudian bertaubat dan masuk kedalam agama Islam. Sekedar informasi, Biarawati yang dimaksudkan diatas tak lain adalah Irena Handono yang kini menjadi penggiat dakwah Islam ke seluruh penjuru tanah air.
Merasa tidak puas dengan bahan ajaran dari para pengajar di Gereja, ia pun memutuskan untuk mencari ilmu di luaran dan akhirnya Allah membimbingnya untuk bertemu dengan kitab Al Quran yang sudah diterjemahkan.
Ilustrasi Biarawati |
Isi dalam Surat Al Ikhlas sangat terperinci, jelas dan tidak ada yang menjadi keraguan. Di saat yang sama, ia pun membawa pemahaman tersebut kepada dosennya di Gereja.
Sang dosen kemudian menjelaskan konsep Trinitas dengan bentuk seperti bentuk segitiga. Meski setiap sisinya sama-sama kuat, namun sebenarnya atau hakikat adalah satu bentuk.
Dengan kecerdasannya, Biarawati itu pun kemudian berkata, “Jika demikian berarti konsep segi empat pun akan memiliki empat sisi yang sama kuat, namun hakikatnya satu.”
Mendengar ucapan muridnya tersebut, sang dosen kemudian meluapkan amarahnya dan mengatakan bahwa semua konsep dalam Kristen harus dipatuhi tanpa boleh membangkang. Tidak ada celah untuk bertanya apalagi meragukannya.
Namun karena hidayah Allah telah menyelimuti sang Biarawati, ia pun terus berpikir tentang isi kandungan surat Al Ikhlas yang ia temukan saat itu. Hatinya semakin tak karuan dan akhirnya ia menyibukkan diri dengan bertanya kepada dosen yang lainnya.
Sang Biarawati kemudian menanyakan kepada satu dosen tentang meja ataupun kursi yang dibuat oleh tukang kayu. Ia menjelaskan bahwa hingga kapan pun meja ataupun kursi tidak akan naik derajat menjadi tukang kayu. Meja tetaplah meja dan tukang kayu tetaplah tukang kayu.
Pernyataan tersebut merupakan sindiran yang ia tujukan kepada dosen dan pihak Gereja tempat ia belajar. Pernyataan yang ia ajukan bukan tanpa data. Faktanya Yesus diangkat sebagai Tuhan setelah mendapatkan pelantikan oleh Kaisar Romawi di tahun 325 masehi.
Ia pun menemui dosen sejarah untuk mengkonfirmasi kebenaran ini. Dan benar saja sang dosen membenarkannya dengan nada yang sangat ketus. Lewat sikap tegasnya, Sang Biarawati kemudian berucap, “Jika begitu berarti Yesus bukanlah Tuhan, melainkan manusia yang dipertuhankan oleh manusia yang lain dan hal itu tidak akan sah selama-lamanya.”
Irena Handono |