Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Menantu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang dijuluki "pintu ilmu" ini suatu ketika pernah berkata: "Andai saja orang bodoh itu diam tak bicara, niscaya tidak akan ada perbedaan pendapat diantara manusia." Perbedaan pendapat yang dimaksud oleh menantu nabi tersebut adalah perbedaan yang bisa berakibat perpecahan dan penderitaan.
Jika di kalangan orang alim (berilmu) ada perbedaan pendapat, Maka sudah dipastikan ada hikmah yang bisa diambil dan disebar luaskan. Sebaliknya, jika orang bodoh (tak berilmu) yang berbeda pendapat, maka sudah pasti perpecahan dan permusuhan yang akan menjadi hasilnya.
Mengapa dua hal tersebut hasilnya berbeda? Penyebab utamanya tak lain adalah niatnya. Orang berilmu ketika berbeda pendapat dan berdebat, tujuan dan niat utamanya adalah untuk mencari kebenaran dan kemaslahatan guna dijadikan sebagai pedoman dan pegangan hidup. Sementara jika orang bodoh berdebat, niat dan tujuannya adalah mencari pembenaran demi mendapatkan keuntungan dalam hidup.
Imam Assyafi'i rahimahullah, salah satu mujtahid yang diakui dalam dunia keilmuan Islam itu ketika diajak berdebat oleh seseorang, maka doa beliau sebelum debat dilaksanakan adalah: "Ya Allah, keluarkan dari mulut orang yang akan berbicara denganku ini kebenaran-kebenaran." Sementara itu, jika orang bodoh yang berdebat, sudah bisa dipastikan dia akan berdoa: "Ya Allah, Semoga lawan bicaraku lupa dalil dan salah tafsir, biar dia malu di depan banyak orang yang sedang hadir."
Jadi, bagi yang memang belum sampai 'maqam' nya untuk menafsirkan agama janganlah duduk di kursi paling muka dalam mengemukakan pendapat. Lebbih baik jadilah pendengar dan pembelajar yang berakhlaq.
Dan yang menurut saya paling repot, banyak orang bodoh yang tidak paham jika dirinya bodoh. Ilmu tajwid saja belum paham sudah mengaku qari', nahwu shorof tidak mengetahui sudah mengaku doktor jurusan tafsir dan hadits, hanya bermodalkan retorika pindah panggung kesana kesini untuk menyalahkan dan menyesatkan orang lain.
Jika memang tak tahu, diamlah saja. Biarlah yang tahu yang berbicara. Biarlah ahli ekonomi yang bicara ekonomi, ahli agama yang bicara agama dan ahli kedokteran yang bicara pengobatan. Sudah bisa dipastikan, Jika orang yang sedang berbicara adalah ahli tentang hal yang sedang ia bicarakan dan berada di waktu yang tepat, maka dunia ini akan selalu damai penuh keberkahan.
Wallahu A'lam
Jika di kalangan orang alim (berilmu) ada perbedaan pendapat, Maka sudah dipastikan ada hikmah yang bisa diambil dan disebar luaskan. Sebaliknya, jika orang bodoh (tak berilmu) yang berbeda pendapat, maka sudah pasti perpecahan dan permusuhan yang akan menjadi hasilnya.
Mengapa dua hal tersebut hasilnya berbeda? Penyebab utamanya tak lain adalah niatnya. Orang berilmu ketika berbeda pendapat dan berdebat, tujuan dan niat utamanya adalah untuk mencari kebenaran dan kemaslahatan guna dijadikan sebagai pedoman dan pegangan hidup. Sementara jika orang bodoh berdebat, niat dan tujuannya adalah mencari pembenaran demi mendapatkan keuntungan dalam hidup.
Imam Assyafi'i rahimahullah, salah satu mujtahid yang diakui dalam dunia keilmuan Islam itu ketika diajak berdebat oleh seseorang, maka doa beliau sebelum debat dilaksanakan adalah: "Ya Allah, keluarkan dari mulut orang yang akan berbicara denganku ini kebenaran-kebenaran." Sementara itu, jika orang bodoh yang berdebat, sudah bisa dipastikan dia akan berdoa: "Ya Allah, Semoga lawan bicaraku lupa dalil dan salah tafsir, biar dia malu di depan banyak orang yang sedang hadir."
Jadi, bagi yang memang belum sampai 'maqam' nya untuk menafsirkan agama janganlah duduk di kursi paling muka dalam mengemukakan pendapat. Lebbih baik jadilah pendengar dan pembelajar yang berakhlaq.
Dan yang menurut saya paling repot, banyak orang bodoh yang tidak paham jika dirinya bodoh. Ilmu tajwid saja belum paham sudah mengaku qari', nahwu shorof tidak mengetahui sudah mengaku doktor jurusan tafsir dan hadits, hanya bermodalkan retorika pindah panggung kesana kesini untuk menyalahkan dan menyesatkan orang lain.
Jika memang tak tahu, diamlah saja. Biarlah yang tahu yang berbicara. Biarlah ahli ekonomi yang bicara ekonomi, ahli agama yang bicara agama dan ahli kedokteran yang bicara pengobatan. Sudah bisa dipastikan, Jika orang yang sedang berbicara adalah ahli tentang hal yang sedang ia bicarakan dan berada di waktu yang tepat, maka dunia ini akan selalu damai penuh keberkahan.
Wallahu A'lam