KabarMakkah.Com – Berjilbab merupakan sebuah kewajiban yang tertera dalam Al Quran. Kewajiban ini mengenai siapa saja yang mengaku diri sebagai muslimah dan telah sampai pada akil baliqh. Namun kenyataan menunjukkan bahwa banyak kaum hawa yang mengaku beragama islam tapi ia tidak mengenakan jilbab. Pertanyaannya sekarang, apakah akan diterima ibadah seorang perempuan yang tidak berjilbab?
Banyak yang mengira bahwa berjilbab adalah suatu pilihan dan bukannya kewajiban. Mereka menyangka bahwa berjilbab itu tergantung pada kesiapan diri seorang wanita. Jika wanita itu belum siap maka ia pun boleh tidak mengenakannya. Padahal yang namanya wajib, sifatnya memaksa bagi orang yang telah terkenai kewajiban. Artinya jika ia melaksanakannya maka ia akan mendapatkan pahala yang kelak berbuah surga. Dan jika ia meninggalkannya, maka ia akan mendapatkan dosa yang kelak berbuah siksa.
Banyak pula kaum hawa yang beralasan dengan mengetengahkan dalil Al Qur’an “Laa ikroha fi diin” bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Memang benar di dalam agama tidak ada paksaan. Akan tetapi maksudnya manusia memang bebas menentukan pilihan apakah ia mau melaksanakan perintah agama atau tidak, agama tidak memaksanya. Namun ia juga harus siap menerima akibat dari pilihannya tersebut.
Al Qur’an pun sudah secara jelas menggambarkan konsekuensi apa yang akan diterima oleh orang-orang yang menolak melaksanakan syariat agama. Dimana ada neraka dengan api yang menyala-nyala yang tidak akan menyisakan sedikit pun tubuh yang masuk ke dalamnya.
Banyak pula yang menyangka bahwa perkara tidak mengenakan jilbab adalah dosa kecil yang bisa ditutupi dengan memperbanyak pahala dari ibadah-ibadah lainnya seperti shalat, zakat, shoum dan berhaji. Padahal pandangan ini adalah salah besar.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“.... Barangsiapa yang mengingkari hukum-hukum syariat islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Al Maidah: 5)
Berjilbab adalah syariat atau ketentuan dalam islam. Tidak berjilbab artinya menolak syariat islam ini dari segi pengamalan. Maka betapa pun rajinnya seorang wanita beribadah dimana ia tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu, mengaji, berzakat, berpuasa dan amalan-amalan sunnah lainnya, namun jika ia tidak berjilbab ketika keluar rumah, maka hapuslah semua amalan-amalannya. Dan kelak di akhirat sana ia akan termasuk ke dalam orang-orang yang merugi.
Alkisah ada seorang wanita yang sangat taat beribadah. Ibadah yang wajib maupun yang sunnah selalu dikerjakannya. Namun ia tidak menutup dirinya dengan jilbab. Jika ada yang bertanya mengenai hal itu, maka jawabannya: “Insya Allah yang penting hati dulu yang berjilbab”. (jawaban yang sama dengan yang banyak dilontarkan para akhwat zaman sekarang).
Suatu malam ia bermimpi sangat indah. Ia berada di sebuah taman yang rumputnya hijau bak sutera, bunga-bunganya harum bermekaran, sebuah sungai berair jernih melintas di taman tersebut. Ia bahkan bisa merasakan semilirnya angin dan harumnya bunga-bunga di taman itu.
Menengok ke kiri dan ke kanan, ternyata ia tidak sendiri. Beberapa orang wanita juga ada di taman tersebut dan terlihat sangat menikmati keindahannya. Dihampirinya salah seorang wanita yang wajahnya lembut dan memancarkan cahaya.
“ Assalamu’alaikum, saudariku. Apakah ini syurga?”
“Wa’alaikumsalam, saudariku. Ini hanyalah tempat menunggu sebelum ke syurga.”
Tiba-tiba jauh di ujung taman ada sebuah pintu yang sangat indah yang terbuka lebar. Satu demi satu wanita yang ada di taman tersebut memasukinya.
“Mari kita ikuti mereka”. Kata wanita yang tadi berbincang-bincang dengannya sambil melangkah pergi.
Maka ia pun bergegas menyusulnya. Namun sekuat apa pun ia mempercepat langkah, ia tidak bisa menyusul wanita tadi. Hingga akhirnya ia jauh tertinggal di belakang, sedang pintu itu perlahan-lahan tertutup. Ia pun berteiak agar wanita tadi menunggunya hingga ia bisa masuk.
Maka wanita tadi berbalik menghadap ke arah dirinya, lalu ia berkata: “Tidakkah kau memperhatikan dirimu? Apakah kau mengira Robb-mu akan mengijinkanmu masuk ke syurga-Nya tanpa jilbab yang menutup auratmu?”
Ia pun terhenyak mendengar perkataan wanita itu. Kemudian wanita itu berkata: “Sungguh sayang amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki syurga. Maka cukuplah syurga hanya sampai di hatimu karena niatmu adalah menghijabi hatimu saja”.
Seketika ia terbangun dari tidurnya, beristighfar dan mengambil air wudhu. Ia menangis terisak-isak dalam shalat malamnya, menyesali perkataannya dulu tentang jilbab. Ia pun berjanji dalam hati bahwa hari itu juga ia akan menutup auratnya.
Demikian sepenggal kisah yang mudah-mudahan bisa menyentuh hati saudariku muslimah yang saat ini belum berjilbab. Ingatlah bahwa bagi orang mukmin, dosa itu ibarat bukit besar yang ia kuatir akan jatuh menimpanya. Sedangkan bagi orang kafir, dosa itu ibarat lalat kecil yang menempel di hidungnya.
Maka janganlah menganggap remeh urusan memakai jilbab. Jika kita menganggap hal ini remeh, maka kita tidak akan pernah bertaubat karena kita tidak pernah merasa berdosa. Padahal sesuatu yang kita anggap remeh, bisa jadi dosanya teramat besar di hadapan Allah SWT.
Satu lagi yang harus jadi perhatian kaum hawa, yakni mengenai syar’i tidaknya jilbab yang dikenakan. Jilbab yang saat ini berkembang memang banyak ragam dan variasinya sehingga banyak kaum hawa yang berhijrah mengenakan jilbab.
Namun sayangnya perkembangan trend jilbab tersebut justru menuju pada arah menonjolkan kecantikan muslimah ketimbang menutupinya. Jilbab hanya dikenakan sebagai aksesoris penutup kepala, sedangkan bagian dada dibiarkan terbuka. Pakaian yang dikenakan pun sama saja dengan mereka yang tidak berjilbab, yakni serba ketat dan membentuk lekuk tubuh. Hal ini tentu saja bertentangan dengan syariat, karena di dalam syariat fungsi utama jilbab adalah sebagai hijab (penutup).
Jika demikian maka sama saja yang berjilbab dengan yang tidak. Mereka sama-sama menampakkan auratnya. Jilbab seperti itu tidak akan mampu menyelamatkannya dari api neraka. Maka wahai saudariku muslimah, perhatikanlah pakaianmu. Jangan sampai pakaian yang kita kenakan mengantarkan kita pada adzabnya yang kekal.
Banyak yang mengira bahwa berjilbab adalah suatu pilihan dan bukannya kewajiban. Mereka menyangka bahwa berjilbab itu tergantung pada kesiapan diri seorang wanita. Jika wanita itu belum siap maka ia pun boleh tidak mengenakannya. Padahal yang namanya wajib, sifatnya memaksa bagi orang yang telah terkenai kewajiban. Artinya jika ia melaksanakannya maka ia akan mendapatkan pahala yang kelak berbuah surga. Dan jika ia meninggalkannya, maka ia akan mendapatkan dosa yang kelak berbuah siksa.
Bagaimanakah nasib amalan wanita yang tidak berhijab? |
Al Qur’an pun sudah secara jelas menggambarkan konsekuensi apa yang akan diterima oleh orang-orang yang menolak melaksanakan syariat agama. Dimana ada neraka dengan api yang menyala-nyala yang tidak akan menyisakan sedikit pun tubuh yang masuk ke dalamnya.
Banyak pula yang menyangka bahwa perkara tidak mengenakan jilbab adalah dosa kecil yang bisa ditutupi dengan memperbanyak pahala dari ibadah-ibadah lainnya seperti shalat, zakat, shoum dan berhaji. Padahal pandangan ini adalah salah besar.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“.... Barangsiapa yang mengingkari hukum-hukum syariat islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Al Maidah: 5)
Berjilbab adalah syariat atau ketentuan dalam islam. Tidak berjilbab artinya menolak syariat islam ini dari segi pengamalan. Maka betapa pun rajinnya seorang wanita beribadah dimana ia tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu, mengaji, berzakat, berpuasa dan amalan-amalan sunnah lainnya, namun jika ia tidak berjilbab ketika keluar rumah, maka hapuslah semua amalan-amalannya. Dan kelak di akhirat sana ia akan termasuk ke dalam orang-orang yang merugi.
Alkisah ada seorang wanita yang sangat taat beribadah. Ibadah yang wajib maupun yang sunnah selalu dikerjakannya. Namun ia tidak menutup dirinya dengan jilbab. Jika ada yang bertanya mengenai hal itu, maka jawabannya: “Insya Allah yang penting hati dulu yang berjilbab”. (jawaban yang sama dengan yang banyak dilontarkan para akhwat zaman sekarang).
Suatu malam ia bermimpi sangat indah. Ia berada di sebuah taman yang rumputnya hijau bak sutera, bunga-bunganya harum bermekaran, sebuah sungai berair jernih melintas di taman tersebut. Ia bahkan bisa merasakan semilirnya angin dan harumnya bunga-bunga di taman itu.
Menengok ke kiri dan ke kanan, ternyata ia tidak sendiri. Beberapa orang wanita juga ada di taman tersebut dan terlihat sangat menikmati keindahannya. Dihampirinya salah seorang wanita yang wajahnya lembut dan memancarkan cahaya.
“ Assalamu’alaikum, saudariku. Apakah ini syurga?”
“Wa’alaikumsalam, saudariku. Ini hanyalah tempat menunggu sebelum ke syurga.”
Tiba-tiba jauh di ujung taman ada sebuah pintu yang sangat indah yang terbuka lebar. Satu demi satu wanita yang ada di taman tersebut memasukinya.
“Mari kita ikuti mereka”. Kata wanita yang tadi berbincang-bincang dengannya sambil melangkah pergi.
Maka ia pun bergegas menyusulnya. Namun sekuat apa pun ia mempercepat langkah, ia tidak bisa menyusul wanita tadi. Hingga akhirnya ia jauh tertinggal di belakang, sedang pintu itu perlahan-lahan tertutup. Ia pun berteiak agar wanita tadi menunggunya hingga ia bisa masuk.
Maka wanita tadi berbalik menghadap ke arah dirinya, lalu ia berkata: “Tidakkah kau memperhatikan dirimu? Apakah kau mengira Robb-mu akan mengijinkanmu masuk ke syurga-Nya tanpa jilbab yang menutup auratmu?”
Ia pun terhenyak mendengar perkataan wanita itu. Kemudian wanita itu berkata: “Sungguh sayang amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki syurga. Maka cukuplah syurga hanya sampai di hatimu karena niatmu adalah menghijabi hatimu saja”.
Seketika ia terbangun dari tidurnya, beristighfar dan mengambil air wudhu. Ia menangis terisak-isak dalam shalat malamnya, menyesali perkataannya dulu tentang jilbab. Ia pun berjanji dalam hati bahwa hari itu juga ia akan menutup auratnya.
Demikian sepenggal kisah yang mudah-mudahan bisa menyentuh hati saudariku muslimah yang saat ini belum berjilbab. Ingatlah bahwa bagi orang mukmin, dosa itu ibarat bukit besar yang ia kuatir akan jatuh menimpanya. Sedangkan bagi orang kafir, dosa itu ibarat lalat kecil yang menempel di hidungnya.
Maka janganlah menganggap remeh urusan memakai jilbab. Jika kita menganggap hal ini remeh, maka kita tidak akan pernah bertaubat karena kita tidak pernah merasa berdosa. Padahal sesuatu yang kita anggap remeh, bisa jadi dosanya teramat besar di hadapan Allah SWT.
Satu lagi yang harus jadi perhatian kaum hawa, yakni mengenai syar’i tidaknya jilbab yang dikenakan. Jilbab yang saat ini berkembang memang banyak ragam dan variasinya sehingga banyak kaum hawa yang berhijrah mengenakan jilbab.
Namun sayangnya perkembangan trend jilbab tersebut justru menuju pada arah menonjolkan kecantikan muslimah ketimbang menutupinya. Jilbab hanya dikenakan sebagai aksesoris penutup kepala, sedangkan bagian dada dibiarkan terbuka. Pakaian yang dikenakan pun sama saja dengan mereka yang tidak berjilbab, yakni serba ketat dan membentuk lekuk tubuh. Hal ini tentu saja bertentangan dengan syariat, karena di dalam syariat fungsi utama jilbab adalah sebagai hijab (penutup).
Jika demikian maka sama saja yang berjilbab dengan yang tidak. Mereka sama-sama menampakkan auratnya. Jilbab seperti itu tidak akan mampu menyelamatkannya dari api neraka. Maka wahai saudariku muslimah, perhatikanlah pakaianmu. Jangan sampai pakaian yang kita kenakan mengantarkan kita pada adzabnya yang kekal.