Siapa sangka di balik gamis putih, dan sorban tebal yang selalu melilit di kepala lelaki yang selalu berjalan dengan gagah ke masjid setiap lima kali sehari ini adalah seorang Raja Metal Indonesia. Ia bahkan pernah membuat serangkaian sensasi dan langkah fenomenal dalam dunia musik metal nasional.
Dialah Irvan Sembiring yang kini seluruh waktunya digunakan untuk mengabdi kepada Allah SWT. Baginya, masjid adalah rumah, sehari-hari Irvan berada di rumah Allah tersebut meski bukan pada waktu-waktu shalat.
Kalau lagi tidak keliling dunia untuk berdakwah, di Jakarta, ia biasa nongkrong di Masjid Imam Bonjol, atau Masjid Al-Ittihad di dekat Cinere Mall. Kerjaannya kalau tidak Ibadah, Dzikir Qalbi, Dakwah, dan Nongkrong. Kalau nongkrong pun obrolannya tidak jauh dari keagungan Allah, meski sesekali diselingi dengan ngobrol musik, terutama musik Rock. “Orang Islam itu kalo di Masjid ibarat ikan dalam air,” ujarnya.
Pria kelahiran Surabaya, 2 Maret 1970 ini kerap keliling untuk berdakwah dari Masjid ke Masjid bersama jamaah yang yang bermarkas di Masjid Jami Kebun Jeruk (Jakarta Barat) ini. Wajah Irvan yang bersinar, memang jauh berbeda dengan keadaannya 20 tahun silam. Sewaktu bandnya, Rotor, masih berjaya, hidupnya memang urakan dan tidak pernah nongkrong di rumah Allah.
Irvan Sembiring adalah seorang pionir thrash metal, pendiri band Rotor yang sangat disegani di era 90-an. Dan yang patut dicatat, Rotor adalah band thrash metal Indonesia yang pertama kali masuk dapur rekaman. Saat itu merekam lagu tidak semudah dan semurah sekarang.
Sebelum Rotor berdiri, pada akhir era-80an, Irvan bermain untuk Sucker Head, yang juga mengusung thrash metal. Rotor sendiri di bentuk tahun 1992 setelah Irvan merasa konsep musik Sucker Head masih kurang ekstrem baginya.
Di awal 1992 Irvan berkenalan dengan bos label rekaman AIRO, yang juga adik kandung Setiawan Djody. Hasil rekaman cara purba itu diputar di depan bos Airo records. Karena tanpa vokal, Irvan bernyanyi metal a la karaoke di depan bos Airo yang bernama Seno itu. Babak awak perjalanan Rotor bisa dibilang di tahun 1993. Ketika itu pula mereka dipercaya untuk membuka konser Metallica di stadion Lebak Bulus, Jakarta. Meski konsernya bisa dibilang spektakuler, namun puluhan orang meninggal dunia dan puluhan mobil dibakar.
Saat itu Metallica sedang mengadakan tur dan di Indonesialah satu-satunya negara yang ada band pembukanya. Maka bisa dibilang Rotor satu-satunya band pembuka tur Metallica di awal dekade 90-an tersebut. Di konser ini, Rotor juga diperkuat oleh Jodie sebagai vokalis.
Album pertama Rotor berjudul Behind The 8th Ball kemudian dirilis, dan disusul dengan babak baru perjalanan Rotor dengan hijrahnya Irvan, Jodie dan Judha ke Los Angeles, Amerika Serikat. Di kota ini mereka coba mengadu nasib dengan harapan bisa mengikuti jejak Sepultura, yang sukses menembus Amerika. Perlu dicatat juga, Rudy Soedjarwo, sutradara film ‘Ada Apa Dengan Cinta’ inilah yang sempat menjadi drummer Rotor selama di Amerika.
Di Amerika, persaingan menjadi musisi metal sangat ketat, sulit untuk mendapatkan job manggung dan sebagainya jika tidak punya agen. Di Amerika, personil Rotor yang lain sering keluyuran dari satu pub malam ke pub malam yang lain, termasuk nongkrong di pub Rainbow, tempat nongkrongnya artis-artis film dewasa.
Karena kondisi keuangan dan mental yang melemah, para personil Rotor kemudian membanting stir untuk bisa bertahan hidup di negeri orang dengan cara mereka masing-masing. Jodie ke San Fracisco, dan Judha ke Alabama untuk bekerja di pabrik pengolahan ayam. Sedangkan Irvan bertahan di Los Angeles.
Babak selanjutnya adalah kembalinya Rotor ke tanah air dengan membuang mimpi menjadi superstar setelah menaklukan Amerika. Jodie kemudian memutuskan hengkang dari Rotor dan membentuk Getah. Tahun 1995 Rotor merilis ‘Eleven Key’ dan tahun selanjutnya album ‘New Blood’ dirilis. Tahun 1997, Irvan mendirikan label Rotorcorp dan bersama Krisna Sadrach (Sucker Head) menjadi produser album Metalik Klinik. Setelah menelurkan tiga album dengan genre musik yang berbeda, tahun 1998 sang basis, Judhapran meninggal dunia karena berlebihan dalam mengonsumsi narkotika, disusul dengan kematian Jodie yang saat itu adalah suami dari aktris Ayu Ashari.
Babak baru kehidupan Irvan pun dimulai kembali. Penghujung tahun 1999, bersama beberapa band produksi Rotorcorp ia sudah lima kali lolos dari pembantaian maut yang hampir merenggut nyawanya. Peristiwa tersebut terjadi di bagian timur pulau Jawa yang sedang hangat-hangatnya terjadi pembantaian dukun santet oleh gerombolan ninja. Lima kali lolos dari upaya pembunuhan menurut Irvan pastilah mukjizat dari Allah SWT. Semenjak itulah ia bersumpah untuk bertakwa kepada Allah SWT dan mendedikasikan hidupnya dengan berdakwah Islamiah non komersial.
Irvan dan rombongannya tidak pernah membicarakan dan menyentuh empat hal, yaitu politik praktis dalam dan luar negeri, perbedaan pendapat antara beberapa mahdzab dalam Islam, dan Sumbangan. Bahkan ketika berdakwah, ia menyisihkan uangnya untuk berpergian.
Dalam belajar Islam, Irvan pun tidak tanggung-tanggung. Ia berguru di sejumlah pesantren dalam negeri hingga luar negeri.
Beberapa negara seperti Arab Saudi, Kuwait, Afrika Selatan, Jepang, India, Pakistan, Bangladesh, Amerika Serikat, dan lainnya telah dikunjunginya dalam rangka belajar dan mendakwahkan agama.
Pada 2010 lalu, setelah 13 tahun vakum dari kancah musik metal, Irvan ‘Rotor’ Sembiring kembali menggarap sebuah project bernama IRS, dan sudah merilis beberapa buah lagu yang syairnya merupakan adaptasi dari Kitab Al Quran. Silakan cek ‘Infidels – Divine Support – The Flame’ judul lagu baru Rotor yang juga terdapat dalam CD album kompilasi band Jakarta ‘Born To Fight’.
Dialah Irvan Sembiring yang kini seluruh waktunya digunakan untuk mengabdi kepada Allah SWT. Baginya, masjid adalah rumah, sehari-hari Irvan berada di rumah Allah tersebut meski bukan pada waktu-waktu shalat.
Kalau lagi tidak keliling dunia untuk berdakwah, di Jakarta, ia biasa nongkrong di Masjid Imam Bonjol, atau Masjid Al-Ittihad di dekat Cinere Mall. Kerjaannya kalau tidak Ibadah, Dzikir Qalbi, Dakwah, dan Nongkrong. Kalau nongkrong pun obrolannya tidak jauh dari keagungan Allah, meski sesekali diselingi dengan ngobrol musik, terutama musik Rock. “Orang Islam itu kalo di Masjid ibarat ikan dalam air,” ujarnya.
Pria kelahiran Surabaya, 2 Maret 1970 ini kerap keliling untuk berdakwah dari Masjid ke Masjid bersama jamaah yang yang bermarkas di Masjid Jami Kebun Jeruk (Jakarta Barat) ini. Wajah Irvan yang bersinar, memang jauh berbeda dengan keadaannya 20 tahun silam. Sewaktu bandnya, Rotor, masih berjaya, hidupnya memang urakan dan tidak pernah nongkrong di rumah Allah.
Irvan Sembiring adalah seorang pionir thrash metal, pendiri band Rotor yang sangat disegani di era 90-an. Dan yang patut dicatat, Rotor adalah band thrash metal Indonesia yang pertama kali masuk dapur rekaman. Saat itu merekam lagu tidak semudah dan semurah sekarang.
Sebelum Rotor berdiri, pada akhir era-80an, Irvan bermain untuk Sucker Head, yang juga mengusung thrash metal. Rotor sendiri di bentuk tahun 1992 setelah Irvan merasa konsep musik Sucker Head masih kurang ekstrem baginya.
Di awal 1992 Irvan berkenalan dengan bos label rekaman AIRO, yang juga adik kandung Setiawan Djody. Hasil rekaman cara purba itu diputar di depan bos Airo records. Karena tanpa vokal, Irvan bernyanyi metal a la karaoke di depan bos Airo yang bernama Seno itu. Babak awak perjalanan Rotor bisa dibilang di tahun 1993. Ketika itu pula mereka dipercaya untuk membuka konser Metallica di stadion Lebak Bulus, Jakarta. Meski konsernya bisa dibilang spektakuler, namun puluhan orang meninggal dunia dan puluhan mobil dibakar.
Saat itu Metallica sedang mengadakan tur dan di Indonesialah satu-satunya negara yang ada band pembukanya. Maka bisa dibilang Rotor satu-satunya band pembuka tur Metallica di awal dekade 90-an tersebut. Di konser ini, Rotor juga diperkuat oleh Jodie sebagai vokalis.
Album pertama Rotor berjudul Behind The 8th Ball kemudian dirilis, dan disusul dengan babak baru perjalanan Rotor dengan hijrahnya Irvan, Jodie dan Judha ke Los Angeles, Amerika Serikat. Di kota ini mereka coba mengadu nasib dengan harapan bisa mengikuti jejak Sepultura, yang sukses menembus Amerika. Perlu dicatat juga, Rudy Soedjarwo, sutradara film ‘Ada Apa Dengan Cinta’ inilah yang sempat menjadi drummer Rotor selama di Amerika.
Di Amerika, persaingan menjadi musisi metal sangat ketat, sulit untuk mendapatkan job manggung dan sebagainya jika tidak punya agen. Di Amerika, personil Rotor yang lain sering keluyuran dari satu pub malam ke pub malam yang lain, termasuk nongkrong di pub Rainbow, tempat nongkrongnya artis-artis film dewasa.
Karena kondisi keuangan dan mental yang melemah, para personil Rotor kemudian membanting stir untuk bisa bertahan hidup di negeri orang dengan cara mereka masing-masing. Jodie ke San Fracisco, dan Judha ke Alabama untuk bekerja di pabrik pengolahan ayam. Sedangkan Irvan bertahan di Los Angeles.
Babak selanjutnya adalah kembalinya Rotor ke tanah air dengan membuang mimpi menjadi superstar setelah menaklukan Amerika. Jodie kemudian memutuskan hengkang dari Rotor dan membentuk Getah. Tahun 1995 Rotor merilis ‘Eleven Key’ dan tahun selanjutnya album ‘New Blood’ dirilis. Tahun 1997, Irvan mendirikan label Rotorcorp dan bersama Krisna Sadrach (Sucker Head) menjadi produser album Metalik Klinik. Setelah menelurkan tiga album dengan genre musik yang berbeda, tahun 1998 sang basis, Judhapran meninggal dunia karena berlebihan dalam mengonsumsi narkotika, disusul dengan kematian Jodie yang saat itu adalah suami dari aktris Ayu Ashari.
Babak baru kehidupan Irvan pun dimulai kembali. Penghujung tahun 1999, bersama beberapa band produksi Rotorcorp ia sudah lima kali lolos dari pembantaian maut yang hampir merenggut nyawanya. Peristiwa tersebut terjadi di bagian timur pulau Jawa yang sedang hangat-hangatnya terjadi pembantaian dukun santet oleh gerombolan ninja. Lima kali lolos dari upaya pembunuhan menurut Irvan pastilah mukjizat dari Allah SWT. Semenjak itulah ia bersumpah untuk bertakwa kepada Allah SWT dan mendedikasikan hidupnya dengan berdakwah Islamiah non komersial.
Irvan dan rombongannya tidak pernah membicarakan dan menyentuh empat hal, yaitu politik praktis dalam dan luar negeri, perbedaan pendapat antara beberapa mahdzab dalam Islam, dan Sumbangan. Bahkan ketika berdakwah, ia menyisihkan uangnya untuk berpergian.
Dalam belajar Islam, Irvan pun tidak tanggung-tanggung. Ia berguru di sejumlah pesantren dalam negeri hingga luar negeri.
Beberapa negara seperti Arab Saudi, Kuwait, Afrika Selatan, Jepang, India, Pakistan, Bangladesh, Amerika Serikat, dan lainnya telah dikunjunginya dalam rangka belajar dan mendakwahkan agama.
Pada 2010 lalu, setelah 13 tahun vakum dari kancah musik metal, Irvan ‘Rotor’ Sembiring kembali menggarap sebuah project bernama IRS, dan sudah merilis beberapa buah lagu yang syairnya merupakan adaptasi dari Kitab Al Quran. Silakan cek ‘Infidels – Divine Support – The Flame’ judul lagu baru Rotor yang juga terdapat dalam CD album kompilasi band Jakarta ‘Born To Fight’.