Polemik tentang poligami dalam kehidupan rumah tangga memang tak pernah selesai-selesai, dan sepertinya tak akan pernah selesai sampai kapanpun. Tapi kali ini kita tidak akan menceritakan hukum poligami atau seluk-beluk poligami. Kali ini kita ingin membicarakan suatu kesalahan yang mungkin tidak pernah kita sadari, terutama bagi kaum perempuan.
Ketika mendiskusikan perihal poligami, saya sering sekali melihat orang yang sampai emosi. Tidak jarang akibat emosinya itu dia mengucapkan sesuatu yang sebenarnya sudah keluar dari jalur kebenaran. Kata orang Arab, dia sudah “sabbuddin” (melecehkan agama). Padahal perbuatan ini sangat dimurkai Allah, bahkan bisa membuat seseorang murtad tanpa ia sadari.
Akibat emosinya, ia sampai mengatakan kalau poligami itu hanya memperturutkan hawa nafsu, seenaknya laki-laki, tidak ada sunnah Nabi seperti itu, itu hanya akal-akalan kaum lelaki, bahkan mengingkari kebolehan poligami itu dalam Islam dengan cara menafsirkan ayat seenaknya.
Jangan mengira hal seperti itu berlalu demikian saja, karena semua ucapan kita dihisab oleh Allah. Mungkin kita menganggap itu hal sepele, tapi di sisi Allah merupakan perkara yang sangat besar. Allah berfirman:
“dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja., padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (An Nur: 15)
Rasulullah bersabda:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasaalam bersabda: ““Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu perkataan yang diredhai Allah tanpa sengaja, ganjarannya Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu perkataan yang dimurkai Allah tanpa sengaja, akibatnya Allah membenamkannya ke dalam neraka Jahannam”. (Hr. Bukhari)
Mengingkari sesuatu yang dihalalkan Allah atau yang diharamkan, dosanya bukan lah dosa kecil, tapi dosa besar sekali yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, alias murtad.
Sementara, poligami jelas-jelas perbuatan yang dihalalkan Allah secara mutawatir di dalam al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, dan dicontohkan oleh Rasulullah itu sendiri, para shahabat dan orang-orang shaleh semenjak dulu sampai hari ini.
Allah berfirman:
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab: 36)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (An Nisa’: 65)
Sudah terang, kalau kita harus tunduk dan patuh terhadap apa pun aturan Allah. Haram bagi seorang muslim menentang apa yang sudah ditetapkan-Nya. Lalu sekarang barangkali timbul pertanyaan, bagaimana kalau seorang perempuan tidak siap untuk dimadu?
Sebenarnya tidak ada masalah. Boleh saja dia tidak mau dimadu. Tapi jangan ingkari kebolehan dan kehalalan poligami. Jaga lidah dari tuduhan-tuduhan tidak berdasar terhadap pelaku poligami.
Camkan di hati seperti ini dengan penuh kesadaran dan kepasrahan terhadap hukum Allah: “Ya Allah, aku mengetahui bahwa Engkau menghalalkan untuk berpoligami bagi kaum laki-laki. Hamba mengakui itu adalah syari’at-Mu. Tapi hamba tidak siap kalau suami hamba berpoligami. Bukan penentangan terhadap aturan-Mu, akan tetapi karena kelemahan jiwa hamba untuk dimadu”.
Insyaallah, dengan pengakuan seperti itu dia akan selamat dari kesalahan. Karena poligami sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, tapi dalam melakukannya diserahkan kepada pilihan hamba, apakah mau melakukan atau tidak. Bukan sesuatu yang wajib untuk dilaksanakan.
Tidak hanya itu, kita juga harus menjaga lidah dari bersimpati yang salah kepada orang lain. Maksudnya, sebagian orang tidak dimadu oleh suaminya, tapi demi menunjukkan simpatinya kepada orang yang dimadu oleh suaminya, dia terjatuh kepada mengucapkan kata-kata serampangan seperti yang kita sebutkan di atas. Padahal kadang-kadang yang mengalaminya sendiri happy-happy saja, tidak ada masalah. Namun dia jatuh kepada dosa besar hanya karena melihat dan mengomentari orang lain.
Terakhir, jangan coba-coba mempermain-mainkan agama Allah dengan cara memberikan komentar seenaknya. Renungkan lah firman Allah ini:
Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizekikan Allah kepadamu”. Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka”. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami. (Al A’raf: 50-51)
Allahumma qad ballaghtu, Allahumma fasyhad.
Ketika mendiskusikan perihal poligami, saya sering sekali melihat orang yang sampai emosi. Tidak jarang akibat emosinya itu dia mengucapkan sesuatu yang sebenarnya sudah keluar dari jalur kebenaran. Kata orang Arab, dia sudah “sabbuddin” (melecehkan agama). Padahal perbuatan ini sangat dimurkai Allah, bahkan bisa membuat seseorang murtad tanpa ia sadari.
Akibat emosinya, ia sampai mengatakan kalau poligami itu hanya memperturutkan hawa nafsu, seenaknya laki-laki, tidak ada sunnah Nabi seperti itu, itu hanya akal-akalan kaum lelaki, bahkan mengingkari kebolehan poligami itu dalam Islam dengan cara menafsirkan ayat seenaknya.
Jangan mengira hal seperti itu berlalu demikian saja, karena semua ucapan kita dihisab oleh Allah. Mungkin kita menganggap itu hal sepele, tapi di sisi Allah merupakan perkara yang sangat besar. Allah berfirman:
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
“dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja., padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (An Nur: 15)
Rasulullah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasaalam bersabda: ““Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu perkataan yang diredhai Allah tanpa sengaja, ganjarannya Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu perkataan yang dimurkai Allah tanpa sengaja, akibatnya Allah membenamkannya ke dalam neraka Jahannam”. (Hr. Bukhari)
Mengingkari sesuatu yang dihalalkan Allah atau yang diharamkan, dosanya bukan lah dosa kecil, tapi dosa besar sekali yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, alias murtad.
Baca Juga: Jangan Alasan Sunnah Nabi Jika Hanya Ingin Memanjakan Bir4hi
Sementara, poligami jelas-jelas perbuatan yang dihalalkan Allah secara mutawatir di dalam al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, dan dicontohkan oleh Rasulullah itu sendiri, para shahabat dan orang-orang shaleh semenjak dulu sampai hari ini.
Allah berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab: 36)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (An Nisa’: 65)
Sudah terang, kalau kita harus tunduk dan patuh terhadap apa pun aturan Allah. Haram bagi seorang muslim menentang apa yang sudah ditetapkan-Nya. Lalu sekarang barangkali timbul pertanyaan, bagaimana kalau seorang perempuan tidak siap untuk dimadu?
Baca Juga: Lelaki.. Jika Kau Ingin Berpoligami.. Perhatikan Dulu Hal Ini..
Sebenarnya tidak ada masalah. Boleh saja dia tidak mau dimadu. Tapi jangan ingkari kebolehan dan kehalalan poligami. Jaga lidah dari tuduhan-tuduhan tidak berdasar terhadap pelaku poligami.
Camkan di hati seperti ini dengan penuh kesadaran dan kepasrahan terhadap hukum Allah: “Ya Allah, aku mengetahui bahwa Engkau menghalalkan untuk berpoligami bagi kaum laki-laki. Hamba mengakui itu adalah syari’at-Mu. Tapi hamba tidak siap kalau suami hamba berpoligami. Bukan penentangan terhadap aturan-Mu, akan tetapi karena kelemahan jiwa hamba untuk dimadu”.
Insyaallah, dengan pengakuan seperti itu dia akan selamat dari kesalahan. Karena poligami sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, tapi dalam melakukannya diserahkan kepada pilihan hamba, apakah mau melakukan atau tidak. Bukan sesuatu yang wajib untuk dilaksanakan.
Tidak hanya itu, kita juga harus menjaga lidah dari bersimpati yang salah kepada orang lain. Maksudnya, sebagian orang tidak dimadu oleh suaminya, tapi demi menunjukkan simpatinya kepada orang yang dimadu oleh suaminya, dia terjatuh kepada mengucapkan kata-kata serampangan seperti yang kita sebutkan di atas. Padahal kadang-kadang yang mengalaminya sendiri happy-happy saja, tidak ada masalah. Namun dia jatuh kepada dosa besar hanya karena melihat dan mengomentari orang lain.
Terakhir, jangan coba-coba mempermain-mainkan agama Allah dengan cara memberikan komentar seenaknya. Renungkan lah firman Allah ini:
وَنَادَى أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ . الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا وَمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ
Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizekikan Allah kepadamu”. Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka”. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami. (Al A’raf: 50-51)
Allahumma qad ballaghtu, Allahumma fasyhad.