Suatu pagi.. Matahari tidak terbit di suatu desa.
Para petani bangun subuh-subuh sekali untuk berangkat ke sawah. Namun gelap gulita menyelimuti kampung.
Para pegawai bangun pada pukul 06.00 pagi untuk pergi bekerja. Akan tetapi kegelapan menghalangi mereka berkegiatan.
Para pelajar bangun pagi sekali untuk pergi ke sekolah, tapi mereka tidak bisa melakukan itu.
Beberapa jam di waktu yang semestinya siang seluruh kegiatan hidup menjadi terhenti karena matahari tidak muncul.
Semua orang ditimpa rasa cemas, tubuh gemetaran, anak-anak dan orang tua menggigil kedinginan.
Rasa takut merasuk ke dalam hati-hati mereka.
Ketika waktu malam sudah datang lagi, bulan tidak menampakkan diri.
Semua orang akhirnya berbondong-bondong masuk mesjid untuk beribadah. Mereka melakukan shalat, berdo’a, dan bermunajat sampai menangis-nangis.
Mereka bermunajat sampai histeris supaya Allah berkenan menerbitkan matahari kembali. Tidak ada seorangpun yang tidur di malam itu.
Tepat pukul 06.30 pagi hari berikutnya matahari terbit seperti biasanya. Sesuai dengan jadwal semestinya.
Semua berteriak kegirangan. Gembira meliputi seluruh wajah karena matahari sudah muncul.
Mereka mengangkat tangan ke langit mengucapkan syukur yang tidak terhingga.
Satu sama lain saling mengucapkan selamat.
Tapi ada seorang yang kelihatan biasa-biasa saja. Dialah ahli hikmah di kampung itu. Dia berkata kepada orang yang lagi bersuka cita:
Kenapa kalian bersyukur kepada Allah atas terbitnya matahari hari ini saja? Bukankah matahari terbit setiap hari?
Belajarlah merasakan dan menyadari nikmat Allah setiap saat. Jangan sampai sadar sesuatu itu nikmat ketika ia sudah berangkat dari dirimu.
Di antara ibadah yang sering kita lupakan adalah mengingat nikmat Allah. Padahal Allah berfirman:
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3)
Para petani bangun subuh-subuh sekali untuk berangkat ke sawah. Namun gelap gulita menyelimuti kampung.
Para pegawai bangun pada pukul 06.00 pagi untuk pergi bekerja. Akan tetapi kegelapan menghalangi mereka berkegiatan.
Para pelajar bangun pagi sekali untuk pergi ke sekolah, tapi mereka tidak bisa melakukan itu.
Beberapa jam di waktu yang semestinya siang seluruh kegiatan hidup menjadi terhenti karena matahari tidak muncul.
Semua orang ditimpa rasa cemas, tubuh gemetaran, anak-anak dan orang tua menggigil kedinginan.
Rasa takut merasuk ke dalam hati-hati mereka.
Ketika waktu malam sudah datang lagi, bulan tidak menampakkan diri.
Semua orang akhirnya berbondong-bondong masuk mesjid untuk beribadah. Mereka melakukan shalat, berdo’a, dan bermunajat sampai menangis-nangis.
Mereka bermunajat sampai histeris supaya Allah berkenan menerbitkan matahari kembali. Tidak ada seorangpun yang tidur di malam itu.
Tepat pukul 06.30 pagi hari berikutnya matahari terbit seperti biasanya. Sesuai dengan jadwal semestinya.
Semua berteriak kegirangan. Gembira meliputi seluruh wajah karena matahari sudah muncul.
Mereka mengangkat tangan ke langit mengucapkan syukur yang tidak terhingga.
Satu sama lain saling mengucapkan selamat.
Tapi ada seorang yang kelihatan biasa-biasa saja. Dialah ahli hikmah di kampung itu. Dia berkata kepada orang yang lagi bersuka cita:
Kenapa kalian bersyukur kepada Allah atas terbitnya matahari hari ini saja? Bukankah matahari terbit setiap hari?
Belajarlah merasakan dan menyadari nikmat Allah setiap saat. Jangan sampai sadar sesuatu itu nikmat ketika ia sudah berangkat dari dirimu.
Di antara ibadah yang sering kita lupakan adalah mengingat nikmat Allah. Padahal Allah berfirman:
يأيها الناس اذكروا نعمت الله عليكم هل من خالق غير الله يرزقكم من السماء والأرض
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3)