Musibah yang terjadi pada haji tahun ini seperti jatuhnya alat berat (crane) di Masjidil Haram dan Tragedi Mina, bagi Iran dan Syiah — melalui media-medianya — jika diamati seperti sesuatu yang ‘istimewa’.
Reaksi yang diperlihatkan Iran cukup mudah dibaca: menyerang Saudi Arabia. Secara politis, dua negara ini memang berseteru. Tapi tidak-lah etis sampai memanfaatkan musibah haji ini untuk tujuan-tujuan politis.
Semula, penulis mengira wajar kritikan dari Iran dan memang Saudi perlu mendengarkan masukan dari berbagai pihak demi kebaikan pelaksanaan haji pada tahun-tahun berikutnya.
Namun, ternyata itu bukan sekedar kritikan biasa. Setelah mencermati berita-berita media, dan statemen tokoh Iran dan ulama Syiah, penulis kemudian menilai ada sesuatu yang aneh dan tidak wajar lagi.
Hampir semua statemen berisi kecaman, kemarahan dan sampai perlu menyebarkan data-data hoax. Seakan-akan berambisi supaya pengelolaan tanah haramain dan ibadah haji tidak dipercayakan lagi kepada Saudi Arabia. Ada apakah semua ini?
Cermatilah komentar ini; “Muslimin dunia dengan persatuan dan seluruh kemampuan yang dimiliki, harus menyelamatkan Mekah dan Madinah, keyakinan, manasik, nyawa, harta dan kehormatan Muslimin dari tangan rezim boneka Barat ini”.
Pernyataan ini disampaikan Dewan Koordinasi Penyiaran Islam Iran, seperti dikutip indonesia.irib.ir pada Jum’at 25 September 2015.
Di media yang sama, seorang tokoh Iran Ayatullah Mohammad Yazdi mengungkapkan kekecewaan atas pengelolaan haji oleh Saudi Arabia dan meminta pengelolaan haji ditangani bersama oleh negara-negara Islam.
Portal tersebut juga mengutip stateman Dewan Koordinasi Penyiaran Islam Iran yang mengumpat Saudi sebagai antek Zionis.
Saya makin mencium ketidak wajaran ketika ada laporan, bahwa dua hari sebelum kecelakaan Mina ternyata portal berita kolalwatn.com mantan diplomat Iran, Farzad Farhanikiyan, mengatakan cara terbaik dan waktu terbaik untuk menghadapi Arab Saudi adalah ketika musim haji.
Dalam situs pribadinya ia mengaku, Iran akan membangkitkan kerusuhan selama musim haji berlangsung.
Hasil penyelidikan sementara kasus kecelakaan Mina juga ditemui keganjilan. Sebuah media besar di Timur Tengah Asharq Al-Awsat melaporkan bahwa insiden itu dipicu kacaunya jamaah haji Iran dalam perjalanan melaksanakan lempar jumrah. Koran itu menulis: “pelanggaran itu dimulai ketika sebanyak 300 jamaah Iran mulai bergerak dari Muzdalifa langsung menuju Jamarat, bukannya menuju kamp mereka dulu sebagaimana umumnya yang dilakukan oleh jamaah haji, untuk menunggu jadwal rombongan mereka. Mereka kemudian bergerak ke arah yang berlawanan di jalan 203 di mana insiden menyakitkan itu terjadi.”
Sesuai pedoman, 300 jamaah Iran ini tidak menunggu di kamp mereka sampai waktu yang telah ditetapkan. Kelompok ini malah memutuskan untuk kembali dari arah berlawanan yang juga bertepatan dengan gerakan kelompok lain sesuai dengan jadwal mereka untuk melempar jumrah, sehingga tragedi itu terjadi, kata situs Sabq.org, sebagaimana dilansir oleh Arab News.
Jalan 204, tempat terjadinya jamaah berdesak-desakan itu dikabarkan ternyata bukan jalur utama untuk jamaah yang akan melempar jumrah. Pertanyaannya adalah, kenapa ada ratusan — ada yang menyebut sampai puluhan ribu — jamaah haji Iran yang berada di situ lalu berbalik arah sehingga bertabrakan dengan jamaah haji lain?
Ada sebuah tulisan dari seorang penulis terkenal bahkan sampai-sampai harus mengutip berita-berita hoax untuk menyerang Arab atas kejelakaan haji tahun ini. Dalam tulisannya, ia mengecam kerajaan Saudi karena gara-gara ada iring-iringan rombongan pangeran, jalan 204 menjadi kacau berdesak-desak yang berakhir jatuhnya 700 lebih korban meninggal.
Padahal, tahun ini tidak ada keluarga kerajaan yang melaksanakaan ibadah haji. Kedustaan tulisan itu makin terang karena, standar kerajaan tamu-tamu khusus kerajaan tidak melewati jalan yang biasa dilewati jamaah haji umum. Apalagi tidak mungkin pejabat melewati jalan 204 depan perkemahan itu. Ada terowongan khusus untuk pejabat kerajaan yang ingin melempar jumrah.
Saya hampir tidak percaya, kenapa bisa sekelas penulis nasional bahkan diakui internasional ceroboh menggunakan data hoax. Jatuhlah kehormatan dia sebagai penulis hebat, gara-gara ikut-ikutan kampanye menyerang Arab.
Harusnya, dia menunggu pernyataan resmi panitia pelaksaan haji Arab Saudi. Setelah ada pernyataan resmi barulah bisa mengomentari. Jika ada yang keliru, kita bisa adu data di situ.
Kejahatan Anti Arab
Bukan kali ini jamaah haji Iran membuat kekacauan selama pelaksanaan ibadah haji. Kita pun jadi ingat statemen mantan diplomat Iran: “kita membangkitkan kerusuhan selama musim haji berlangsung”
Jamaah haji asal Iran yang beraliran syiah memang harus diwaspadai. Pada musim haji tahun 1986, pihak keamanan Arab Saudi berhasil mengamankan bahan peledak yang dibawa jamaah haji Iran memasuki Makkah. Lalu, setahun berikutnya jamaah Iran mengotori kesucian ibadah haji dengan mengadakan demo yang berakhir dengan kerusuhan dan korban berdarah.
Kira-kira apa yang mereka inginkan ketika pergi ke tanah yang disucikan umat Islam? Di saat semua jamaah haji seluruh dunia khusyu’, menangis syahdu saat menginjakkan kaki di tanah suci, mereka malah mengadakan kerusuhan. Banyak kaum Muslimin yang sebelum berangkat ke tanah suci banyak maksiat dan bukan orang alim, tapi begitu menyaksikan Ka’bah dan Masjid Nabawi, hati mereka langsung terpaut dengan Allah. Tanpa sadar manangis. Seperti sangat dekat dengan kehadirat Allah. Namun jamaah haji Iran tersebut membuat kerusuhan. Bukan menangis syahdu, tapi berteriak-teriak mengumpat Arab.
Pada zaman dahulu, jamaah haji Syiah lebih jahat lagi. Ibnu Katsir, imam ahli tafsir kenamaan, mencatat kejahatan itu. Jamaah Syiah menyerang kafilah yang baru menunaikan Ibadah haji dari Makkah. Mereka membunuhi kaum lelaki dan menawan kaum wanita. Meramapas harta mereka yang lebih dari 1 juta dinar. Bahkan mencopot Hajar Aswad dibawa ke kerajaan mereka (Ibn Katsir al-Syafi’i, Al-Bidayah wa al-Nihayah, juz XI, h. 149).
Dari sini lah makin terungkap ketidak wajaran protes Iran terhadap pelaksanaan haji. Protesnya tidak terbaca sebagai ungkapan rasa cinta kepada tanah Haramain, tapi terlihat kebencian kepada Arab.
Sentimen Syiah terhadap Arab sudah berlangsung lama. Ada dugaan mereka hasud terhadap Ka’bah yang menjadi pusat kaum Muslimin dunia dikelola oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Saya tidak yakin jika pelaksanaan haji diatur multi negara yang menjadi lebih baik. Bahkan saya yakin jauh menjadi lebih kacau.
Apakah Iran juga bisa dipercaya mampu ikut menjaga kesucian tanah Haramain. Jamaah haji mereka saja sudah beberapa kali membuat kekacauan.
Ada dua masalah besar dalam hal ini. Pertama, Syiah meyakini tanah Karbala lebih suci dari Haramain. Dalam kitab rujukan mereka, tercantum sebuah riwayat tentang keutamaan ziarah ke tanah Karbala di Iraq lebih dari ibadah haji ke Makkah. “Sesungguhnya ziarah (berkunjung) ke kubur Husein sebanding dengan (pahala) haji sebanyak 20 kali. Dan lebih utama dari 20 kali umrah dan 1 kali haji.” (Ya’kub al-Kulaini, Furu’ al-Kafi jilid 1, hal. 324).
Jadi, saya menjadi paham kenapa tahun 80-an jamaah haji Iran berani mengadakan demo, karena Makkah tidak lebih suci daripada tanah Karbala.
Kedua, Iran juga tidak mampu mengurus asset-aset Ahlus Sunnah di negaranya sendiri. Membangun masjid dan madrasah Ahlus Sunnah di Teheran (ibu kota Iran) sangat sulit. Faktanya, Iran pada tahun 1982 pernah menyegel Masjid Ham Tareeth di negara bagian Khurasan. Masjid yang berjasa untuk mensyiarkan dakwah Islam itu dinilai berbahaya dan secara arogan dirubah negara menjadi pusat Garda Revolusi.
Tidak berhenti disitu, Masjid Lakour sekaligus Sekolah dekat kota Jabahar juga rata oleh kekejian Syiah pada tahun 1987.
Sentimen terhadap Arab bukan mengada-ada. Pada abad ke-10 H, terjadi pergolakan politik Sunni-Syi’ah, yang diwakili oleh perseteruan antara Daulah Utsmaniyah yang Sunni dengan Dinasti Shafwiyah yang Syiah. Kebencian terhadap hal yang berbau Arab pun disebarkan. Sehingga hal ini menggerakkan seorang ulama besar di Makkah pada waktu itu, yaitu al-Imam Syihabuddin Ibnu Hajar al-Haitami untuk menulis kitabnya yang berjudul Mablaghul Arab fi Fakhril ‘Arab.
Pada abad ke-14 seorang ulama Iraq bernama Syaikh Mahmud Syukri al-Alusi juga menulis kitab Bulughul Arab fi Ahwali al-‘Arab. Karena orientalis dan Syiah menyebarluaskan kebencian dan sentiment terhadap bangsa Arab, maka sebagian ulama kontemporer yang menulis kitab-kitab Sirah Nabi memaparkan keutamaan bangsa Arab seperti yang dilakukan oleh Syeikh Abul Hasan Ali al-Hasani al-Nadwi dan Syeikh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi.
Berabad-abad lamanya, Iran ini merupakan daerah Ahlus Sunnah lalu kini menjadi negara berpaham Syiah. Apakah asset-aset Ahlus Sunnah tetap terjaga?
Banyak ulama, pemikiran dan sufi yang lahir di Persia. Lantas, bagaimana kabar makam-makam, masjid dan peninggalan-peninggalan lainnya para ulama Ahlus Sunnah di sana sekarang?*
Reaksi yang diperlihatkan Iran cukup mudah dibaca: menyerang Saudi Arabia. Secara politis, dua negara ini memang berseteru. Tapi tidak-lah etis sampai memanfaatkan musibah haji ini untuk tujuan-tujuan politis.
Semula, penulis mengira wajar kritikan dari Iran dan memang Saudi perlu mendengarkan masukan dari berbagai pihak demi kebaikan pelaksanaan haji pada tahun-tahun berikutnya.
Namun, ternyata itu bukan sekedar kritikan biasa. Setelah mencermati berita-berita media, dan statemen tokoh Iran dan ulama Syiah, penulis kemudian menilai ada sesuatu yang aneh dan tidak wajar lagi.
Hampir semua statemen berisi kecaman, kemarahan dan sampai perlu menyebarkan data-data hoax. Seakan-akan berambisi supaya pengelolaan tanah haramain dan ibadah haji tidak dipercayakan lagi kepada Saudi Arabia. Ada apakah semua ini?
Cermatilah komentar ini; “Muslimin dunia dengan persatuan dan seluruh kemampuan yang dimiliki, harus menyelamatkan Mekah dan Madinah, keyakinan, manasik, nyawa, harta dan kehormatan Muslimin dari tangan rezim boneka Barat ini”.
Pernyataan ini disampaikan Dewan Koordinasi Penyiaran Islam Iran, seperti dikutip indonesia.irib.ir pada Jum’at 25 September 2015.
Di media yang sama, seorang tokoh Iran Ayatullah Mohammad Yazdi mengungkapkan kekecewaan atas pengelolaan haji oleh Saudi Arabia dan meminta pengelolaan haji ditangani bersama oleh negara-negara Islam.
Portal tersebut juga mengutip stateman Dewan Koordinasi Penyiaran Islam Iran yang mengumpat Saudi sebagai antek Zionis.
Saya makin mencium ketidak wajaran ketika ada laporan, bahwa dua hari sebelum kecelakaan Mina ternyata portal berita kolalwatn.com mantan diplomat Iran, Farzad Farhanikiyan, mengatakan cara terbaik dan waktu terbaik untuk menghadapi Arab Saudi adalah ketika musim haji.
Dalam situs pribadinya ia mengaku, Iran akan membangkitkan kerusuhan selama musim haji berlangsung.
Hasil penyelidikan sementara kasus kecelakaan Mina juga ditemui keganjilan. Sebuah media besar di Timur Tengah Asharq Al-Awsat melaporkan bahwa insiden itu dipicu kacaunya jamaah haji Iran dalam perjalanan melaksanakan lempar jumrah. Koran itu menulis: “pelanggaran itu dimulai ketika sebanyak 300 jamaah Iran mulai bergerak dari Muzdalifa langsung menuju Jamarat, bukannya menuju kamp mereka dulu sebagaimana umumnya yang dilakukan oleh jamaah haji, untuk menunggu jadwal rombongan mereka. Mereka kemudian bergerak ke arah yang berlawanan di jalan 203 di mana insiden menyakitkan itu terjadi.”
Sesuai pedoman, 300 jamaah Iran ini tidak menunggu di kamp mereka sampai waktu yang telah ditetapkan. Kelompok ini malah memutuskan untuk kembali dari arah berlawanan yang juga bertepatan dengan gerakan kelompok lain sesuai dengan jadwal mereka untuk melempar jumrah, sehingga tragedi itu terjadi, kata situs Sabq.org, sebagaimana dilansir oleh Arab News.
Jalan 204, tempat terjadinya jamaah berdesak-desakan itu dikabarkan ternyata bukan jalur utama untuk jamaah yang akan melempar jumrah. Pertanyaannya adalah, kenapa ada ratusan — ada yang menyebut sampai puluhan ribu — jamaah haji Iran yang berada di situ lalu berbalik arah sehingga bertabrakan dengan jamaah haji lain?
Ada sebuah tulisan dari seorang penulis terkenal bahkan sampai-sampai harus mengutip berita-berita hoax untuk menyerang Arab atas kejelakaan haji tahun ini. Dalam tulisannya, ia mengecam kerajaan Saudi karena gara-gara ada iring-iringan rombongan pangeran, jalan 204 menjadi kacau berdesak-desak yang berakhir jatuhnya 700 lebih korban meninggal.
Padahal, tahun ini tidak ada keluarga kerajaan yang melaksanakaan ibadah haji. Kedustaan tulisan itu makin terang karena, standar kerajaan tamu-tamu khusus kerajaan tidak melewati jalan yang biasa dilewati jamaah haji umum. Apalagi tidak mungkin pejabat melewati jalan 204 depan perkemahan itu. Ada terowongan khusus untuk pejabat kerajaan yang ingin melempar jumrah.
Saya hampir tidak percaya, kenapa bisa sekelas penulis nasional bahkan diakui internasional ceroboh menggunakan data hoax. Jatuhlah kehormatan dia sebagai penulis hebat, gara-gara ikut-ikutan kampanye menyerang Arab.
Harusnya, dia menunggu pernyataan resmi panitia pelaksaan haji Arab Saudi. Setelah ada pernyataan resmi barulah bisa mengomentari. Jika ada yang keliru, kita bisa adu data di situ.
Kejahatan Anti Arab
Bukan kali ini jamaah haji Iran membuat kekacauan selama pelaksanaan ibadah haji. Kita pun jadi ingat statemen mantan diplomat Iran: “kita membangkitkan kerusuhan selama musim haji berlangsung”
Jamaah haji asal Iran yang beraliran syiah memang harus diwaspadai. Pada musim haji tahun 1986, pihak keamanan Arab Saudi berhasil mengamankan bahan peledak yang dibawa jamaah haji Iran memasuki Makkah. Lalu, setahun berikutnya jamaah Iran mengotori kesucian ibadah haji dengan mengadakan demo yang berakhir dengan kerusuhan dan korban berdarah.
Kira-kira apa yang mereka inginkan ketika pergi ke tanah yang disucikan umat Islam? Di saat semua jamaah haji seluruh dunia khusyu’, menangis syahdu saat menginjakkan kaki di tanah suci, mereka malah mengadakan kerusuhan. Banyak kaum Muslimin yang sebelum berangkat ke tanah suci banyak maksiat dan bukan orang alim, tapi begitu menyaksikan Ka’bah dan Masjid Nabawi, hati mereka langsung terpaut dengan Allah. Tanpa sadar manangis. Seperti sangat dekat dengan kehadirat Allah. Namun jamaah haji Iran tersebut membuat kerusuhan. Bukan menangis syahdu, tapi berteriak-teriak mengumpat Arab.
Pada zaman dahulu, jamaah haji Syiah lebih jahat lagi. Ibnu Katsir, imam ahli tafsir kenamaan, mencatat kejahatan itu. Jamaah Syiah menyerang kafilah yang baru menunaikan Ibadah haji dari Makkah. Mereka membunuhi kaum lelaki dan menawan kaum wanita. Meramapas harta mereka yang lebih dari 1 juta dinar. Bahkan mencopot Hajar Aswad dibawa ke kerajaan mereka (Ibn Katsir al-Syafi’i, Al-Bidayah wa al-Nihayah, juz XI, h. 149).
Dari sini lah makin terungkap ketidak wajaran protes Iran terhadap pelaksanaan haji. Protesnya tidak terbaca sebagai ungkapan rasa cinta kepada tanah Haramain, tapi terlihat kebencian kepada Arab.
Sentimen Syiah terhadap Arab sudah berlangsung lama. Ada dugaan mereka hasud terhadap Ka’bah yang menjadi pusat kaum Muslimin dunia dikelola oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Saya tidak yakin jika pelaksanaan haji diatur multi negara yang menjadi lebih baik. Bahkan saya yakin jauh menjadi lebih kacau.
Apakah Iran juga bisa dipercaya mampu ikut menjaga kesucian tanah Haramain. Jamaah haji mereka saja sudah beberapa kali membuat kekacauan.
Ada dua masalah besar dalam hal ini. Pertama, Syiah meyakini tanah Karbala lebih suci dari Haramain. Dalam kitab rujukan mereka, tercantum sebuah riwayat tentang keutamaan ziarah ke tanah Karbala di Iraq lebih dari ibadah haji ke Makkah. “Sesungguhnya ziarah (berkunjung) ke kubur Husein sebanding dengan (pahala) haji sebanyak 20 kali. Dan lebih utama dari 20 kali umrah dan 1 kali haji.” (Ya’kub al-Kulaini, Furu’ al-Kafi jilid 1, hal. 324).
Jadi, saya menjadi paham kenapa tahun 80-an jamaah haji Iran berani mengadakan demo, karena Makkah tidak lebih suci daripada tanah Karbala.
Kedua, Iran juga tidak mampu mengurus asset-aset Ahlus Sunnah di negaranya sendiri. Membangun masjid dan madrasah Ahlus Sunnah di Teheran (ibu kota Iran) sangat sulit. Faktanya, Iran pada tahun 1982 pernah menyegel Masjid Ham Tareeth di negara bagian Khurasan. Masjid yang berjasa untuk mensyiarkan dakwah Islam itu dinilai berbahaya dan secara arogan dirubah negara menjadi pusat Garda Revolusi.
Tidak berhenti disitu, Masjid Lakour sekaligus Sekolah dekat kota Jabahar juga rata oleh kekejian Syiah pada tahun 1987.
Sentimen terhadap Arab bukan mengada-ada. Pada abad ke-10 H, terjadi pergolakan politik Sunni-Syi’ah, yang diwakili oleh perseteruan antara Daulah Utsmaniyah yang Sunni dengan Dinasti Shafwiyah yang Syiah. Kebencian terhadap hal yang berbau Arab pun disebarkan. Sehingga hal ini menggerakkan seorang ulama besar di Makkah pada waktu itu, yaitu al-Imam Syihabuddin Ibnu Hajar al-Haitami untuk menulis kitabnya yang berjudul Mablaghul Arab fi Fakhril ‘Arab.
Pada abad ke-14 seorang ulama Iraq bernama Syaikh Mahmud Syukri al-Alusi juga menulis kitab Bulughul Arab fi Ahwali al-‘Arab. Karena orientalis dan Syiah menyebarluaskan kebencian dan sentiment terhadap bangsa Arab, maka sebagian ulama kontemporer yang menulis kitab-kitab Sirah Nabi memaparkan keutamaan bangsa Arab seperti yang dilakukan oleh Syeikh Abul Hasan Ali al-Hasani al-Nadwi dan Syeikh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi.
Berabad-abad lamanya, Iran ini merupakan daerah Ahlus Sunnah lalu kini menjadi negara berpaham Syiah. Apakah asset-aset Ahlus Sunnah tetap terjaga?
Banyak ulama, pemikiran dan sufi yang lahir di Persia. Lantas, bagaimana kabar makam-makam, masjid dan peninggalan-peninggalan lainnya para ulama Ahlus Sunnah di sana sekarang?*