Berita Muktamar NU 2015 - Berbagai intrik politik dan kericuhan mewarnai pelaksanaan Muktamar ke 33 Nahdlatul Ulama (NU) yang di selenggarakan di Kabupaten Jombang 1-5 Agustus 2015.
Siasat politik dilancarkan pihak-pihak tertentu untuk mengganjal adik kandung Gus Dur, KH Salahudin Wahid (Gus Sholah) yang maju mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PBNU, dan KH Hasyim Muzadi sebagai calon Rais Am PBNU periode 2015-2020.
Pertanyaan pun muncul, mengapa ada pihak yang tidak menginginkan dua ‘orang dekat’ KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menahkodai Nahdlatul Ulama? Dan, lantas siapa pihak yang berkepentingan akan hal itu?
Meski para politisinya membantah, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah pihak yang dituding memainkan trik-tril politik tersebut. Tujuanya tak lain adalah untuk menyelamatkan PKB sendiri. Sebab dipastikan, bila dua tokoh pro Gus Dur ini memimpin NU maka warga NU akan meninggalkan PKB.
Sejarah mencatat, parpol yang didirikan 23 Juli 1998 di Ciganjur, Jakarta oleh ini KH. Ilyas Ruchiyat, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, KH. Moenasir Ali, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, dan KH.A. Muchit Muzadi tersebut hingga saat ini masih berkibar berkat dukungan suara dari warga Nahdliyyin.
Bahkan pada pemilu 1999 mampu meraih 12,61 % suara hingga mendapatkan 51 kursi di parlemen. Kemenangan itu diraih setelah ada instruksi warga NU wajib memilih PKB.
Menanggapi isu sensitif yang mencemaskan sebagian besar muktamirin (peserta Muktamar NU) itu, Wakil Rais Syuriah Jawa Tengah, DR. KH. Fadlolan Musyaffa Mu’thi, Lc., MA menegaskan, bahwa intrik politik itulah yang menjadi pemicu kisruhnya Muktamar NU di Kabupaten Jombang ini.
“Ada kepentingan politik yang tampak sejak awal pelaksaanan Muktamar. Mulai dari regitrasi (pendaftaran) peserta, hingga iming-iming uang dan pemaksaan sistem AHWA (Ahlul Ahli wal Aqdi) dalam pemilihan Rais Aam di Muktamar ke 33. Sistem itu jelas-jelas tidak ada dalam AD/ART,” ungkapnya saat dihubungi lensaindonesia.com di Kabupeten Jombang, Rabu (05/08/2015).
Saat ditanya, apakah pihak yang melakukan politisasi terhadap muktamar tersebut orang-orang PKB? Doktor jebolan Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir ini tidak menampik. “Media dan masyarakat sudah tahu hal itu. Saya juga mengikuti berita-beritanya,” ujarnya.
Fadlolan Musyaffa mengatakan, sejak PKB lepas dari Gus Dur, KH Hasyim Muzadi dan Gus Sholah memang tidak lagi pro PKB. “Itulah mengapa sistem AHWA dipaksakan. Dan memang peserta muktamar yang pro Gus Sholah dan Kiai Hayim Muzadi tidak setuju dengan AHWA,” tegas Staf KBRI Mesir ini.
“PKB itu kecil bagi NU. Tidak perlu melakukan intervensi politik apapun dalam muktamar. Bila itu diteruskan maka warga NU akan semakin meninggalkan PKB,” ujarnya.
Fadlolan Musyaffa juga menyebut, bahwa NU sekarang ini telah keluar dari rel. Ini akibat ‘anak-anak muda’ mambawa masuk liberalisme, wahabi dan syiah sampai ke jantung NU.
Sumber: LensaIndonesia
Siasat politik dilancarkan pihak-pihak tertentu untuk mengganjal adik kandung Gus Dur, KH Salahudin Wahid (Gus Sholah) yang maju mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PBNU, dan KH Hasyim Muzadi sebagai calon Rais Am PBNU periode 2015-2020.
KH Fadlolan Musyaffa', Wakil Syuriyah NU Jateng |
Pertanyaan pun muncul, mengapa ada pihak yang tidak menginginkan dua ‘orang dekat’ KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menahkodai Nahdlatul Ulama? Dan, lantas siapa pihak yang berkepentingan akan hal itu?
Meski para politisinya membantah, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah pihak yang dituding memainkan trik-tril politik tersebut. Tujuanya tak lain adalah untuk menyelamatkan PKB sendiri. Sebab dipastikan, bila dua tokoh pro Gus Dur ini memimpin NU maka warga NU akan meninggalkan PKB.
Baca Juga: Kubu Gus Sholah Ancam Polisikan Panitia Muktamar NU
Sejarah mencatat, parpol yang didirikan 23 Juli 1998 di Ciganjur, Jakarta oleh ini KH. Ilyas Ruchiyat, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, KH. Moenasir Ali, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, dan KH.A. Muchit Muzadi tersebut hingga saat ini masih berkibar berkat dukungan suara dari warga Nahdliyyin.
Bahkan pada pemilu 1999 mampu meraih 12,61 % suara hingga mendapatkan 51 kursi di parlemen. Kemenangan itu diraih setelah ada instruksi warga NU wajib memilih PKB.
Menanggapi isu sensitif yang mencemaskan sebagian besar muktamirin (peserta Muktamar NU) itu, Wakil Rais Syuriah Jawa Tengah, DR. KH. Fadlolan Musyaffa Mu’thi, Lc., MA menegaskan, bahwa intrik politik itulah yang menjadi pemicu kisruhnya Muktamar NU di Kabupaten Jombang ini.
“Ada kepentingan politik yang tampak sejak awal pelaksaanan Muktamar. Mulai dari regitrasi (pendaftaran) peserta, hingga iming-iming uang dan pemaksaan sistem AHWA (Ahlul Ahli wal Aqdi) dalam pemilihan Rais Aam di Muktamar ke 33. Sistem itu jelas-jelas tidak ada dalam AD/ART,” ungkapnya saat dihubungi lensaindonesia.com di Kabupeten Jombang, Rabu (05/08/2015).
Saat ditanya, apakah pihak yang melakukan politisasi terhadap muktamar tersebut orang-orang PKB? Doktor jebolan Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir ini tidak menampik. “Media dan masyarakat sudah tahu hal itu. Saya juga mengikuti berita-beritanya,” ujarnya.
Baca Juga: Ini 9 Anggota AHWA Yang Telah Ditetapkan Di Muktamar NU
Fadlolan Musyaffa mengatakan, sejak PKB lepas dari Gus Dur, KH Hasyim Muzadi dan Gus Sholah memang tidak lagi pro PKB. “Itulah mengapa sistem AHWA dipaksakan. Dan memang peserta muktamar yang pro Gus Sholah dan Kiai Hayim Muzadi tidak setuju dengan AHWA,” tegas Staf KBRI Mesir ini.
“PKB itu kecil bagi NU. Tidak perlu melakukan intervensi politik apapun dalam muktamar. Bila itu diteruskan maka warga NU akan semakin meninggalkan PKB,” ujarnya.
Fadlolan Musyaffa juga menyebut, bahwa NU sekarang ini telah keluar dari rel. Ini akibat ‘anak-anak muda’ mambawa masuk liberalisme, wahabi dan syiah sampai ke jantung NU.
Sumber: LensaIndonesia